Bogordaily.net – Single Salary PNS 2025 kembali mencuat ke permukaan. Isu lama yang tak kunjung usai ini kembali disuarakan oleh Kepala BKN sekaligus Ketua Dewan Pengurus Korpri Nasional, Zudan Arif Fakrulloh.
Dalam Rakernas Korpri 2025, ia menegaskan bahwa sudah saatnya negara berani menerapkan sistem gaji tunggal atau single salary system bagi seluruh aparatur sipil negara (ASN).
Wacana single salary ini sebenarnya bukan barang baru. Sudah lebih dari sepuluh tahun Korpri memperjuangkannya.
Tapi seperti banyak hal di negeri ini, perjuangan itu tersendat di jalan birokrasi yang berliku. Hingga kini, ASN masih menerima gaji pokok ditambah aneka tunjangan: tunjangan kinerja, jabatan, daerah, bahkan ada tunjangan yang hanya dikenal di satu instansi.
Masalahnya muncul saat mereka pensiun. Yang dihitung hanya gaji pokok. Semua tunjangan yang selama ini membuat gaji ASN tampak besar, menguap begitu saja.
Akibatnya, pensiunan ASN – terutama di golongan I dan II – hanya menerima manfaat pensiun yang sangat kecil. Tak jarang, jumlahnya bahkan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Di sinilah Single Salary PNS 2025 menjadi relevan. Sistem ini akan menggabungkan seluruh komponen penghasilan menjadi satu paket gaji utuh. Tidak ada lagi pemisahan antara gaji pokok dan tunjangan.
Semua disatukan, dihitung sebagai dasar penghasilan selama aktif bekerja, dan menjadi acuan saat pensiun. Formula yang diusulkan bahkan cukup menarik: 75 persen dari total gaji terakhir akan menjadi manfaat pensiun.
Zudan menilai, sistem baru ini bukan hanya lebih sederhana, tapi juga lebih adil. Tidak ada lagi ASN yang “merasa miskin” saat pensiun setelah puluhan tahun mengabdi.
Ia bahkan secara terbuka meminta Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, agar berani mengambil langkah nyata demi kesejahteraan ASN.
“Negara tidak bisa hanya menuntut ASN profesional dan berintegritas tanpa menjamin kesejahteraannya,” kata Zudan. Ia juga menyoroti masalah Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di daerah yang sering kali tidak rutin dibayarkan.
Masalah ini, kata Zudan, adalah luka lama birokrasi kita. Reformasi birokrasi tidak cukup hanya bicara tentang digitalisasi dan efisiensi. Harus juga menyentuh soal kesejahteraan dan keadilan penggajian. Sebab bagaimana ASN bisa melayani publik dengan optimal, jika kesejahteraannya masih menjadi tanda tanya?
Kenyataannya memang pahit. Banyak ASN yang setelah 30 tahun bekerja masih terbebani cicilan, biaya sekolah anak, atau biaya hidup yang makin tinggi. Ketika pensiun tiba, mereka seolah dijatuhkan dari langit kenyamanan ke jurang ketidakpastian.
Inilah yang ingin diakhiri melalui Single Salary PNS 2025. Sistem ini diharapkan membawa perubahan nyata: gaji yang transparan, sederhana, dan adil. Tak lagi bergantung pada tunjangan-tunjangan misterius yang datang dan pergi. Tapi pada satu angka yang jelas—penghasilan utuh yang dihargai dan diakui negara.***