Bogordaily.net – Mereka datang bukan dengan jas hujan, tapi dengan kemarahan yang sudah lama ditahan.
Kamis pagi itu, 23 Oktober 2025, pukul 09.49 WIB, barisan sopir angkot mulai memadati depan Plaza Balai Kota Bogor.
Mereka tidak membawa senjata. Hanya poster-poster dengan tulisan penuh keluhan, harapan, dan sedikit—kadang banyak—amarah.
Salah satu sopir angkot bahkan dicat hijau terang. Bukan hijau biasa. Hijau yang menyala. Seperti Hulk. Seolah mereka ingin berkata: “Kami bisa berubah kalau terus ditekan.”
Warna itu bukan sekadar cat. Ia adalah simbol. Warna trayek. Warna hidup mereka. Warna yang kini seperti akan pudar oleh kebijakan “pemusnahan” angkot yang belakangan ramai diprotes.
Arus lalu lintas di Jalan Ir. H. Juanda, kawasan Sistem Satu Arah (SSA) itu, ikut tersendat.
Jalanan itu diisi oleh angkot-angkot yang berjejer seperti barisan tentara kalah perang—tapi masih punya semangat untuk bertahan.
Dari balik kaca depan yang buram, tampak wajah-wajah lelah. Tapi kali ini bukan lelah karena macet, bukan lelah karena setoran. Lelah karena merasa tak didengar.
Mereka menuntut kejelasan. Tentang masa depan. Tentang roda yang mungkin tak lagi boleh berputar di jalan yang sama.
Di tengah keramaian itu, seseorang membentangkan keluhan dan harapan.
“Mau dikemanakan nasib sopir angkot,”
Itulah inti demo hari itu. Di depan Balai Kota Bogor, para sopir angkot berubah menjadi Hulk—bukan untuk menghancurkan, tapi untuk mengingatkan bahwa mereka masih ada.***