Bogordaily.net – Inisialnya AS. Perempuan. Seorang bangsawan Bugis, Raja Muda Kerajaan Addatuang Sidenreng ke-25. Tapi gelar kebangsawanan tidak membuatnya kebal dari luka bernama kekerasan rumah tangga.
Ia melapor ke polisi. Lima bulan lalu. Tepatnya 15 Juli 2025. Nomor laporannya jelas: TBL/B/1128/V/2025.
Yang dilaporkan: suaminya sendiri, NA.
Tapi laporan itu kini seperti perahu yang kehilangan angin. Tidak bergerak. Mandeg. Lima bulan tanpa kepastian.
“Sampai sekarang belum ada perkembangan berarti,” begitu curhat AS.
Padahal cerita di balik laporan itu tidak ringan. Menurut pengacaranya, Dita Aidiya, AS tidak hanya mengalami kekerasan ekonomi—tidak dinafkahi—tapi juga kekerasan psikis yang membuat jiwanya nyaris remuk.
Lebih kejam lagi, ia sempat diasingkan. Tiga bulan lamanya. Di Majalengka, Jawa Barat. “Secara paksa,” kata Dita.
Motifnya, katanya lagi, diduga ekonomi. Suami ingin menguasai harta istrinya.
Kejadian ini bermula di rumah mereka, di Cluster Emerald View, Pondok Aren, Tangerang Selatan. Tempat yang mestinya jadi sarang cinta, berubah menjadi arena luka.
Kini AS hanya ingin satu hal: keadilan.
Dan kejelasan—kenapa laporannya diam seperti batu di dasar sungai.
Pihak kepolisian membenarkan adanya laporan itu. Kasi Humas Polres Tangerang Selatan, AKP Muhamad Agil, mengatakan bahwa penyidik masih bekerja: “Kami masih memeriksa saksi-saksi dan mengumpulkan bukti petunjuk,” katanya seperti dikutip dari kompas.com.
Jawaban yang terdengar formal, tapi bagi korban seperti AS, lima bulan itu terasa panjang.
Terlalu panjang untuk sekadar menunggu kata “keadilan”.
Sementara itu, hidupnya terus berjalan—pelan, penuh luka, dan berharap laporan bernomor panjang itu akhirnya punya arti.***
