Tuesday, 2 December 2025
HomeBeritaAngka ODGJ Berat di Atas Target, Dinkes Kota Bogor Genjot Penguatan Layanan...

Angka ODGJ Berat di Atas Target, Dinkes Kota Bogor Genjot Penguatan Layanan Kesehatan Mental

Bogordaily.net – Gangguan kesehatan jiwa masih menjadi isu penting di Indonesia dan tercatat sebagai penyebab kedua Years Lived with Disability (YLDs) setelah gangguan otot dan rangka. Secara nasional, gangguan dengan prevalensi tertinggi meliputi Depresi (3,69%), Anxietas/Kecemasan (3,56%), dan Skizofrenia (2,09%).

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, dr. Sri Nowo Retno, MARS, menjelaskan bahwa kondisi serupa juga terlihat di Kota Bogor.

Berdasarkan data capaian Puskesmas hingga Oktober 2025, penduduk Kota Bogor yang mengalami depresi mencapai 0,07%, gangguan kecemasan 0,07%, dan ODGJ berat seperti skizofrenia serta psikotik akut mencapai 0,18%. Selain itu, tercatat tiga kasus percobaan bunuh diri yang ditangani Puskesmas selama periode tersebut.

Data Puskesmas menunjukkan jumlah ODGJ berat di Kota Bogor mencapai 2.059 orang dari target Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 1.578 orang.

“Tingginya angka tersebut disebabkan oleh masifnya penemuan kasus oleh Puskesmas serta keberadaan RS Jiwa dr. Marzoeki Mahdi (RSMM) sebagai rumah sakit rujukan di wilayah Kota Bogor,” kata dr. Sri Nowo Retno, MARS, Rabu 19 November 2025.

Sebaran ODGJ paling banyak berada di wilayah kerja Puskesmas Sindang Barang sebanyak 166 orang, sedangkan paling sedikit di Puskesmas Gang Aut dengan 25 pasien.

Selain ODGJ berat, tercatat 758 kasus gangguan kecemasan, dengan jumlah tertinggi di Puskesmas Bondongan (112 kasus).

Sementara itu, terdapat 538 kasus depresi yang dilayani di Puskesmas, dengan kasus terbanyak berada di Puskesmas Mekarwangi (153 kasus).

Sri Nowo Retno menyampaikan bahwa hingga kini belum tersedia data khusus mengenai penyebab gangguan jiwa di Kota Bogor.

Namun secara nasional, gangguan mental dipengaruhi berbagai faktor seperti tekanan ekonomi, kemiskinan, stres perkotaan, konflik keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, perundungan, serta dampak negatif media sosial.

Penderita penyakit kronis dan korban trauma bencana juga lebih rentan mengalami gangguan mental.

Sementara itu, stigma sosial dan terbatasnya akses tenaga profesional menyebabkan banyak kasus tidak tertangani sejak awal.

“Untuk mencegah dan menangani gangguan kesehatan mental, Dinas Kesehatan bersama Puskesmas telah menjalankan berbagai program, baik promotif, preventif, maupun kuratif,” jelasnya.

Program promotif–preventif mencakup penyuluhan daring dan luring melalui inovasi SARING PTM KESWA, promosi kesehatan melalui media KIE, skrining kesehatan jiwa di sekolah, masyarakat, tempat kerja, posyandu, serta fasilitas kesehatan.

Sosialisasi Pertolongan Pertama pada Luka Psikologis (P3LP). Pada 2025, kegiatan ini telah diberikan kepada 921 orang di 44 sekolah SMP dan SMA sederajat dan sosialisasi kesehatan jiwa dan pencegahan NAPZA bagi guru dan siswa.

Layanan kuratif mencakup pengobatan pasien gangguan jiwa, konseling untuk pasien dan keluarga, pemberian psikofarmaka, kunjungan rumah, serta rujukan ke RS bila diperlukan.

Dinas Kesehatan Kota Bogor juga menjalin kerja sama dengan dunia pendidikan dan RSMM. Beberapa program yang dijalankan antara lain pembentukan Kelurahan Siaga Sehat Jiwa bersama Fakultas Ilmu Keperawatan UI. Hingga 2025, sudah terbentuk 18 kelurahan siaga jiwa di 11 Puskesmas.

Program PTM Keswa Goes to Campus untuk skrining dan edukasi kesehatan jiwa bagi mahasiswa. Pelaksanaan ACT (Assertive Community Treatment) bersama RSMM untuk meminimalkan kekambuhan ODGJ berat melalui kunjungan rumah pasca rawat.
Pelatihan kader Puskesmas untuk melakukan skrining kesehatan jiwa dan edukasi terkait pengurangan stigma.

Saat ini, Kota Bogor belum memiliki hotline khusus layanan jiwa, namun masyarakat dapat memanfaatkan Hotline Sejiwa 119 ext 8 untuk konseling awal, serta layanan telekonseling, psikolog klinis, dan psikiater melalui fasilitas yang tersedia.

Seluruh 25 Puskesmas di Kota Bogor telah mampu memberikan pelayanan kesehatan jiwa berbasis cluster siklus hidup.

Namun, belum ada psikolog maupun psikiater yang bertugas langsung di Puskesmas, sehingga kasus kompleks akan dirujuk ke rumah sakit.

Sri Nowo Retno menjelaskan bahwa masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan jiwa melalui BPJS dengan langkah datang ke Puskesmas terdekat, membawa KTP dan kartu BPJS, mendaftar di loket dan diarahkan sesuai cluster, konsultasi awal dengan dokter umum, jika diperlukan, pasien mendapatkan rujukan ke RS atau RS Jiwa.

Kemudian beberapa tantangan yang masih dihadapi antara lain keterbatasan tenaga profesional, terutama psikolog dan psikiater, petugas Puskesmas yang merangkap lebih dari satu program, stigma masyarakat terhadap ODGJ, koordinasi lintas sektor yang belum optimal.

Mengacu pada RENSTRA 2025–2029, langkah strategis yang disiapkan mencakup penguatan layanan ODMK dan ODGJ di fasilitas kesehatan. Pelaksanaan skrining kesehatan jiwa bagi penduduk usia 7 tahun ke atas. Pembentukan First Aider P3LP di sekolah, masyarakat, dan tempat kerja. Pemenuhan SDM dan sarana untuk memperkuat layanan kesehatan mental.

Sri Nowo Retno mengajak masyarakat untuk menerapkan gaya hidup CERIA dan CERDIK sebagai upaya menjaga kesehatan jiwa

CERIA:
C – Cerdas intelektual, emosional, spiritual
E – Empati dalam komunikasi
R – Rajin beribadah
I – Interaksi yang bermanfaat
A – Asah, Asih, Asuh dalam keluarga dan masyarakat

CERDIK:
C – Cek kesehatan
E – Enyahkan asap rokok
R – Rajin aktivitas fisik
D – Diet seimbang
I – Istirahat cukup
K – Kelola stres

“Upaya komprehensif ini diharapkan dapat menekan angka gangguan kesehatan jiwa serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kota Bogor, ” tutupnya. ***

Ibnu Galansa

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here