Resensi Novel Ladu

ladu-oke

Resensi Novel Ladu Karya Tosca Santoso

Cerita Gunung, Kenikmatan Kopi dan Tentang Keabadian
Ditulis oleh : Tosca Santoso
Tebal : 327 halaman
Penerbit : Kaliandra
Percetakan : SMK Desa Grafika Desa Putra
Jenis : fiksi
Harga : Rp40 ribu + ongkos kirim
Cara Cepat Pesan / Beli LADU Karya Tosca Santoso, hubungi kami di Hot Line : 02187925364/081286839803/ bbm: 2A1CEC6F

 

Novel Ladu ini penuh dengan cerita misteri alam, pencarian jatidiri dua anak manusia serta romantisme. Diawali dari sebuah perjalanan mendaki gunung-gunung. Kaliadem, Liangan, Pelataran Dieng, Gede Pangrango, Kelud, Rinjani, Tambora dan Lore Lindu.

Dikemas dalam pergulatan dua anak manusia pencinta alam saat menjalani kisah kehidupan dalam berbagai konflik batin demi merawat cintanya. Dalam novel Ladu ( bahasa Jawa adalah endapan tenah merah. Seperti partikel tuhan, ia membentuk zat yang hidup dan tak hidup. Ladu adalah awal dan akhir sekaligus).

Cerita keindahan gunung dan nikmatnya kopi Indonesia mengawali halaman pertama saat membaca novel Ladu. Sementara cerita menarik lainnya adalah tentang daya tahan manusia beradaptasi, menyesuaikan diri dalam menghadapi bencana vulkanis yang kerap terjadi. Letusan gunung kadang sanggup mengubur peradaban. Tapi di hari hari biasa, ia adalah berkah yang membuat petani betah menghuni lereng lerengnya. Ada yang hilang dan tumbuh bersama gunung. Tak ada yang abadi.

Bicara soal keabadian sangat menarik dalam novel Ladu. Hal itu terekam dalam percakapan dua tokoh sentral yang suka mendaki. Sunarti alias Arti dan Yanis Kendahe. (hal 13 s/s 16).

”Gunung sering dianggap simbol keabadian. Tetapi puncak Merapi yang runtuh karena letusan itu menegasikan: Tak ada yang abadi,” kata Arti Yanis terdiam.
”Semua itu berubah, dan akhirnya lenyap,” sambung Arti
”Kalau manusia setelah mati menurutmu berubah atau lenyap? Yanis menimpali
”Secara fisik mungkin berubah dari daging dan tulang menjadi tanah, menjadi Ladu, endapan tanah merah. Tetapi sebagai manusia, aku kita-kita lenyap setelah mati. Kita pernah tak ada. Apa yang aneh, kalau satu saat kita juga tak ada?” kata Arti sambil mencecep kopinya. Arti tampak mencoba berdamai dengan kepedihan nasib manusia. Seperti ia perlahan belajar menikmati pahitnya kopi Awan Masurai.
“Kamu tak percaya ada hidup setelah kematian?” tanya Yanis
”Tak ada yang bisa memastikan hal itu. Mereka yang mati tak pernah kembali. Kita yang hidup juga tak pernah bisa bertanya: apa yang ada setelah kematian. Mendaku adanya hidup setelah mati itu, kukira tak pernah dapat diuji kebenarannya,” ujar Arti pelan. Tapi dengan nada yakin.
”Kita selesai setelah mati?” Yanis bertanya tak rela
”Aku kira begitu, kenapa kita mesti menuntut hal ~hal yang tak sanggup kita sediakan?”, Arti seperti berguman pada dirinya sendiri
”Tapi keabadian jiwa itu perlu. Semacam harapan bukan? Hidup kita pendek. Tak berlebihan kalau manusia berharap ada yg abadi setelah mati”, ujar Yanis
“Bisa jadi. Apalagi dalam hidup manusia yang pendek itu, banyak kepedihan yang harus di tanggung. Sakit. Kehilangan. Hidup tak lepas dari samsara. Sangat bisa dipahami kalau manusia berharap ada yang menyenangkan di keabadian sana,” Arti menimpali
“Kenapa kamu tak ikut berharap?” tanya Yanis
”Aku rasa harapan untuk kekal itu agak berlebihan. Sedikit serakah. Aku tak menyalahkan orang yang ingin berharap. Tak ingin menyalahkanmu kalau berharap ada keabadian. Cuma untuk diriku cukuplah dengan yang ada. Selama hidup saja. Aku tak berharap bahagia itu akan kekal,” kata Arti. Ia terbiasa menciptakan bahagia dengan yang ada. Meski sementara.
”Dan kalau tak ada hidup setelah mati. Bagaimana orang akan punya insentif supaya berbuat baik dan menghindari yang buruk,” kata Yanis.

Kemasan cerita makin menarik ketika konflik batin yang dialami Arti sebagai seorang muslim yang taat dan ga pernah lupa solat 5 waktu saat kecil hingga dewasa.. Serta anak dari seorang ibu bergelar Hajah harus menentukan pilihan. Menikah dengan Yanis dari agama Nasrani. Serta tidak memberi kabar ibunya saaat menikah. Pilihan berat menghormati sosok ibu yang telah melahirkan serta membesarkannya. Namun membulatkan tekad pulang ke rumah ibu untuk menceritakan semuanya.

Bu Sastro berhenti bicara. Ia kehabisan kata-kata. Baru saja ia mendengar anaknya mengaku murtad. Sekarang ditambah, anaknya menikahi seorang nasrani. Ia tak anti agama lain. Tetapi pernikahan anaknya, bungsunyaa sendiri, ia berharap pernikahn seiman. Landasan membangun keluarga adalah iman yang sama. Supaya mereka dapat membangun keluarga sakinaah. Bu Sastro sadar, ia tak akan bisa membantu mengatur pernikahan beda agama itu. Tetapi, ia toh merasa dicampakkan ketika tak diberitahu sama sekali. Bu Sastro hanya tahu malam ini, ketika Arti pulang memperkenalkan suaminya.

Sangat mengasyikan membaca Ladu dari awal hingga akhir. Peristiwa alam konflik batin dan nurani kemanusian sangat apik di sajikan. Seperti sejarah tentang letusan Tambora yang menimpa Lombok Timur yang terjadi pada tahun 1815. Karena letusan Tambora yang tak biasa. Dahsyat, 7 dari 8 skala Vulkanic Eruption Indek (VEI), merupakan letusan gunung berapi terbesar dalam 10 ribu tahun sejarah manusia.

Momen Tambora adalah peristiwa ketika Tuhan meninggalkan umatnya. Entah untuk alasan apa. Momen Tambora kadang terjadi. Dan akan terjadi dalam rupa lain. Itulah sekilas tentang Novel Ladu. Dalam sampul belakang penutup tertulis pesan. Banyak sudah umat manusia yang sering berbeda jalan. Tetapi di depan sejarah letusan gunung. Arti dan Yanis merasakan yang fana. Bukan siapa siapa. Tak ingin dilupa, dalam hidup yang teramat pendek itu, mereka pasrah mengikat cinta. Satu satunya keasyikan yang layak di gapai manusia.

Setiap anak manusia pasti pernah melewati pencarian jati diri. Membaca novel ini serasa ada yang pernah saya rasakan untuk menjadi kenangan dan bersyukur untuk kehidupan yang telah di capai. seperti catatan Arti yang ditulis di akhir puisinya tentang kenangan bersama Yanis. ” Kita tak bicara keabadian. Hanya sepi berpeluk hangat kenangan”

MS.Gibran

iklan-resensi-ladu

 

You might even read

Even when you are not certain what you have written, you will need to ask yourself

A fantastic research service supplier will know when your newspaper needs a few adjustments, they should be able to give suggestions and answers and correct any errors that may come up during the process.

whether you’re editing your essay properly.

them everywhere even as you are watching TV.