Friday, 22 November 2024
HomeBeritaMenabur Angin Menuai Badai

Menabur Angin Menuai Badai

Konstatasi itu sudah disebut ribuan tahun lalu oleh salah satu nabinya Yahudi, meneruskan firman dari Tuhan pada umat Yahudi.

Mengapa saya merujuk Yahudi? Karena memang Yahudi sebagai entitas agama adalah saudara tua dari penganut-penganut agama samawi di dunia (agama yang berdasarkan firman Tuhan yakni Yahudi, Kristen dan Islam).

Pernyataan itu disampaikan oleh Nabi Hosea pada umat Yahudi yang sering melanggar perintah Tuhan. Namun, membahas Yahudinya stop dulu ahh…

Kontatasi itu sendiri mutatis mutandis dengan hukum tabur tuai yang dalam hukum tabur tuai sebagai hukum alam.

Hal ini dimaknai bahwa setiap perbuatan yang dilakukan akan berkonsekwensi pada akibatnya; perbuatan baik, perkataan baik, sikap baik, bahkan diam yang baik akan berakibat pula.

Orang yang melakukan kebaikan pada sesama, pada alam dan pada Tuhannya akan mendapatkan balasan kebaikan pula (hukum sebab akibat, aksi reaksi).

Sedangkan perbuatan seperti: perkataan buruk, jahat, sikap-sikap kebencian akan mengakibatkan korban, kesakitan, kegelapan, kekerasan pada sesama bahkan pada Tuhan.

Maka pada situasi tersebut, kesakitan, kegelapan, kebencian, kekerasan akan berbalik pada si pelaku dalam kuantitas dan kualitas yang berlipat ganda.

Konstatasi “Menabur Angin Menuai Badai” merujuk pada perbuatan, sikap dan perkataan buruk yang diproduksi akan menyerang balik pada si pembuatnya.

Akibat dari perbuatan buruk tidak selalu seketika muncul dari perbuatan buruk atau tercela. Namun bisa berproses sangat lama bahkan ketika si pembuatnya sudah lupa akan perbuatan itu.

Dunia ini dalam kesehariannya selalu mempertontonkan badai dari angin yang di tabur. Media massa dari saat ke saat menampilkan akibat perbuatan buruk manusia pada alam dan pada sesama.

Perbuatan-perbuatan buruk dan tercela yang terkualifikasi sebagai delik (tindak pidana) yang dilakukan di Indonesia akan tercermin implikasinya bila kita kunjungi rumah tahanan atau Lapas. Disana dapat kita temui personifikasi dari badai.

Kita belakangan ini juga dapat melihat badai yang sedang menerpa Habib Rizieq; badai hukum yang bertubi-tubi.

Bahkan yang lebih berat adalah badai moralitas terkait dengan dugaan beredarnya komunikasi seks.
Badai ini sangat berat karena posisi Rizieq sebagai simbol moralitas atas dasar agama.

Semoga Rizieq kuat dan tabah menghadapinya.

Salam angin sepoi-sepoi dari Kebun Candali…

Sugeng Teguh Santoso, SH
(Sekretaris Jenderal DPN Perhimpunan Advokat Indonesia dan Pendiri Yayasan Satu Keadilan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here