BOGORDAILY – Menjelang kedatangan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud ke Indonesia, Selasa, 28 Februari 2017, berbagai instansi dan tempat yang akan dikunjunginya sibuk berbenah, dari Istana hingga Bali, tempat liburan rombongan yang berjumlah 1.500 orang tersebut. Tak ketinggalan gedung Dewan Perwakilan Rakyat hingga pengamanan. Namun, beberapa hari belakangan, tak santer terdengar komentar partai Islam di negeri ini menyangkut kunjungan Raja Arab itu.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN), Jakarta, Adi Priyanto, berpendapat mengenai sambutan ’sepi-sepi’ saja dari partai Islam. Sejatinya, sebagai partai Islam, mereka juga menyiapkan ‘karpet merah’ bagi sang Raja negara Islam itu. “Tapi, sekali lagi, kehebohan itu tidak tampak, adem ayem, dan terkesan tak biasa-biasanya,” ujar Adi.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah Fahri pun menjawab singkat, mengenai rencana kedatangan Raja Arab ke gedung DPR direncanakan pada 2 Maret 2017, sekitar pukul 13.00. “Kami jemput di sana (depan gedung Nusantara III) lalu masuk ke holding room,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 23 Februari 2017.
Saat berada di holding room, Ketua DPR Setya Novanto akan memberikan sambutan. Setelah pemberian kata sambutan, akan diputar film tentang hubungan antara Indonesia dan Arab Saudi. “Lalu selesai,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini singkat.
Ketidakantusiasan partai Islam menanggapi kedatangan Raja Salman itu, menurut Adi, bisa jadi kedatangannya hanya dianggap sebagai kunjungan bilateral dua negara. “Bukan dengan sejumlah partai politik maupun organisasi masyarakat tertentu. Jadi, protokolernya cukup jelas sesuai SOP dan protap kenegaraan,” katanya. Sebab itulah, nilai dan manfaatnya hanya milik negara, bukan milik partai Islam. “Makanya, partai-partai Islam itu tak ikutan heboh menyambung Raja Salman,” katanya.
Hal lain, pendapat Adi, hitung-hitungannya tak berdampak pada elektabilitas partai Islam. “Meski orang nomor satu di Arab Saudi itu datang ke Indonesia, namun partai-partai Islam menganggap tak memiliki korelasi positif bagi kenaikan suara partai-partai Islam di sini,” ujarnya. Apalagi di tengah pragmatisme partai, kunjungan yang memiliki arti konkret, jelas tak dihiraukan. “Siapa pun yang datang, partai-partai itu biasanya berbuat hanya untuk insentif elektoral,” katanya.
Asumsi Adi lainnya, sepinya sambutan tersebut menegaskan bahwa partai Islam di Indonesia tak memiliki ikatan ideologis-historis apa pun dengan raja-raja Arab. “Sekalipun PKS yang kerap ditengarai sebagai partai tertutup hasil penetrasi ideologi Arab, wahabi, nyatanya tak beririsan dengan Raja Arab secara langsung,” katanya.
TEMPO