BOGOR DAILY– Polemik kemacetan di kawasan Lapangan Sempur menyedot perhatian Pakar Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno. Menurutnya, apa yang terjadi saat ini imbas dari kurang matangnya perencanaan dalam penataan kota.
Termasuk dalam membangun pusat olahraga gratis warga di Lapangan Sempur. Seharusnya, dengan kondisi kawasan Sempur yang padat,pemerintah sudah inisiatif membangun sistem parkir bawah tanah atau sistem parkir bertingkat.
“Kalau dirasa sudah tidak ada lahan parkir pilihannya cuma itu karena kotanya sempit. Beberapa wilayah seperti di Bandung juga mulai menggunakan lahan parkir bawah tanah karena tidak memiliki cukup lahan kosong,” terang Djoko. Menurut Djoko, permasalahan seperti ini kerap terjadi di kota-kota yang terlanjur padat dan tidak menyisakan area kosong. Sebetulnya, ia melanjutkan, saat pemkot mulai membangun landmark kota yang kemungkinan akan menjadi daya tarik masyarakat, mereka harus sudah mengantisipasi permasalahan parkir ini.
“Kalau dibilang telat ya bisa juga begitu. Harusnya ketika dibangun sudah bisa diprediksi penyelesaian permasalahan parkir ini akan seperti apa. Jangan pas sudah ramai dan muncul masalah baru sibuk cari solusi,” kata dia.
Meski begitu, sebagai solusi terdekat, ia menyarankan pemerintah berani mengambil langkah tegas untuk menaikkan tarif parkir 20-40 kali lipat dibanding tarif angkutan umum. Ini bertujuan agar penggunaan kendaraan pribadi berkurang dan masyarakat beralih ke moda transportasi publik.
“Pemkot harus bisa menghitung berapa lahan parkir yang dibutuhkan dan di mana titik-titiknya. Untuk tarif parkirnya juga jangan terlalu murah. Bisa dinaikan 20-40 kali lipat dibanding tarif angkutan umum seperti di luar negeri. Jadi orang tidak mau parkir lagi dan memilih menggunakan angkutan umum,” kata Djoko kepada Metropolitan, kemarin.
Selain itu, ia juga meminta pemerintah segera memperbaiki moda angkutan umum sesuai standarisasi. Djoko menilai masalah pembenahan transportasi umum seharusnya menjadi fokus utama yang harus diselesaikan jika ingin mengurangi kepadatan.
“Akar permasalahannya ada di angkutan umum. Sayangnya hingga saat ini belum ada kepala daerah yang konsen membenahi sarana transportasi publik. Kalau angkutan umumnya bagus orang-orang juga akan memilih tranportasi umum dan meninggalkan kendaraan pribadinya,” terangnya.
Hal ini juga senada dengan pandangan Pakar Transportasi lainnya dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga. Menurutnya, pemerintah harus berani mengurangi jumlah kendaraan yang masuk ke pusat kota. Bukan hanya angkutan umum tapi juga angkutan prbadi. Caranya dengan menaikkan tarif angkutan melalui e-parking progresif.
“Jadi dibuat sistem bagaimana kalau parkir itu semakin ke kota semakin mahal. Dan secara bertahap mengurangi parkir on the street. Ini bisa mengurangi kebiasaaan warga menggunakan kendaraan pribadi,” tandasnya.