BOGORDAILY – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganggap sudah saatnya ada perumusan etika berdakwah. Anggapan itu semakin menguat seiring peristiwa penghentian ceramah dan pengusiran yang dialami Ustaz Khalid Basalamah oleh GP Ansor di Sidoarjo, Jawa Timur.
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, dakwah yang intinya mengajak manusia ke jalan yang benar dan mencegah dari perbuatan buruk harus dilaksanakan dengan cara-cara baik. Menurutnya, dakwah tidak boleh menggunakan cara-cara yang buruk (munkar) dan kekerasan.
“Dakwah harus dilandasi dengan nilai-nilai etika dengan semangat membangun persaudaraan, kasih sayang dan penuh dengan kebijakan,” kata Zainut melalui pesan singkatnya, Senin (6/3).
Zainut mengatakan, perbedaan dalam pemahaman keagamaan sepanjang masih dalam wilayah ijtihad harus diterima dengan penuh tolerasi (tasamuh). Perbedaan itu tidak perlu dipertentangkan dan ada pihak yang merasa paling benar.
Menurutnya, perbedaan pendapat justru merupakan rahmat sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW. Karenanya MUI mendorong adanya perumusan kode etik berdakwah.
“Jadi MUI memandang sudah saatnya untuk segera merumuskan kode etik dakwah untuk dijadikan pedoman para dai dalam melaksanakan tugas dakwah. Seorang dai tidak cukup hanya menguasai materi dakwah tapi juga harus memahami etika berdakwah sehingga bisa menghindari benturan di masyarakat,” tuturnya.
Selain itu, seorang dai ketika berdakwah juga harus meletakkan kaidah-kaidah dalam menyikapi perbedaan pendapat dengan cara mengedepankan keikhlasan, kejujuran, kelapangan dada, saling memahami kapasitas dan posisi masing-masing, menjunjung semangat memperkokoh ukhuwah Islamiyah.
“Dengan peletakan dasar toleransi tersebut akan terbangun saling menghormati dan menolong dalam hal yang sudah disepakati serta saling menenggang dalam hal yang berbeda,” pungkasnya. (JPNN)