BOGOR DAILY- Siapa sangka di ujung Gunung Suling Rumpin Bogor terdapat kehidupan warga. Kampung Haniwung, namanya. Letaknya ada di Desa Rabak, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Untuk sampai di sana, warga sudah terbiasa menembus hutan dan melewati jalan setapak dikelilingi jurang. Begitupun dengan anak-anak yang bersekolah di sana. Sekolah di Ujung Gunung Suling Rumpin jadi satu-satunya sekolah harapan 73 Kepala Keluarga di Kampung Haniwung.
Sebuah bangunan mirip gubuk berdiri di atas lahan milik warga bernama Usuf, warga asli Kampung Haniwung yang lama ditinggalkan. Di ujung gunung itu tampak bocah berseragam merah-putih asyik belajar di bawah pohon sambil ditemani suara kolecer (kincir, red). Meja kayu yang sudah usang dipakainya sebagai alas belajar. Sedangkan sebagian yang lain menempati rumah bilik yang kelihatan kolot (tua, red) dengan atap keropos.
Siswa di sana sekolah seadanya. Wajah lugu mereka membuat dua guru honorer yang ditugaskan di sana merasa berat meninggalkan. Walaupun, untuk mengajar di sana harus melewati medan yang berat. Belum lagi melihat ulah anak-anak yang masih senang bermain-main saat belajar. sampai-sampai gurunya dibuat kelabakan karena seringkali siswa di sana berlarian ke sana kemari saat jam belajar. Bahkan, ada yang sengaja bermain di kandang kambing yang bersebelahan dengan bilik sekolah. Seperti yang bisa dilihat di video berikut ini.
“Ya begini lah kalau sekolah di kampung, anak-anak semaunya. Kadang ada yang kabur ke kandang kambing, ada yang lari-larian,” ungkap Dedi Supardi, guru honorer yang baru dua tahun mengajar.
Sedikitnya ada 42 siswa yang belajar di sekolah ujung Gunung Suling Rumpin yang merupakan kelas jauh dari SD Negeri Rabak 01, Kabupaten Bogor. Meski fasilitasnya serba terbatas, sekolah ini menjadi harapan warga satu kampung yang hidupnya terasingkan.
Ini karena lokasinya yang berada di atas gunung hingga perlu perjuangan untuk sampai di kampung berpenduduk 73 Kepala Keluarga (KK) atau sebanyak 325 jiwa itu. Termasuk usaha keras menembus hutan, melewati jalanan terjal dan curam yang kanan-kirinya dikelilingi tebing dan jurang.
Bahkan, setiap harinya sang guru rela menempuh perjalanan melelahkan dengan kondisi jalan yang sebagian masih tanah berbatu, belum lagi jika musim hujan. Tak hanya licin, jalanan pun dipenuhi tanah merah yang riskan dilewati.
“Awal-awal memang kaget, tetapi karena sudah menjiwa akhirnya enak saja jalaninya. Butuh waktu sekitar 20 menit untuk ke sekolah karena kan naik motor. Kalau hujan, motornya didorong,” aku Dedi.
Setiap pukul 08:00 WIB, murid-murid di sana sudah ramai memenuhi ruang kelas butut. Belajar mereka tak lama, hanya sekitar dua sampai tiga jam. Biasanya pukul 10:00 WIB anak-anak sudah bubar sekolah.
Anak kelas satu belajar di luar kelas, sedangkan khusus kelas dua dan tiga dikumpulkan dalam satu ruang kelas butut. Tak hanya fasilitas yang terbatas, tenaga pengajar pun sangat minim. Hanya ada dua guru honorer yang menjadi pendidik untuk anak-anak di Kampung Haniwung.
“Kalau satu nggak masuk, ya semuanya di-handle satu orang,” ucap Mulhat Iskandar, guru pengampu kelas dua dan tiga yang ikut jadi perintis hadirnya sekolah ujung Gunung Suling Rumpin
Lihat Video suasana sekolah di Ujung Gunung Suling Rumpin