BOGOR DAILY– Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil sejumlah saksi terkait kasus Korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Andi Narogong hari ini. Beberapa orang juga digarap KPK sebagai saksi, salah satunya pengacara Kondang Elza Syarief.
Juru bicara KPK Febri Diansyah membenarkan pemanggilan Elza sebagai saksi dengan tersangka Andi Narogong. “Benar diperiksa untuk tersangka AA terkait dengan kasus yang saat ini tengah disidik oleh KPK,” kata Febri, Rabu (5/4).
Tidak hanya Elza penyidik KPK juga memanggil Direktur Utama PT polyantha provitama Fery Haryanto, Muhammad Wahyu Hidayat selaku PNS kepala subdit sistem informasi administrasi dukcapil Kemendagri. Kemudian ada Inayah dari pihak swasta, Setio Dwi suhartanto wiraswasta, Cut Kumala Dewi wiraswasta, dan Benny dari swasta.
Dari saksi yang diperiksa hari ini salah satunya diduga merupakan istri siri dari Andi Narogong yang rumahnya sempat digeledah oleh penyidik KPK beberapa waktu lalu di bilangan Tebet Jakarta Selatan. Dari penggeledahan tersebut penyidik menyita sejumlah dokumen dan dua unit mobil Toyota Vellfire dan Land Rover.
Seperti diketahui, Andi Narogong baru ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik KPK. Andi diketahui memiliki peran aktif dalam proyek senilai Rp 5.9 Triliun tersebut. Pengusaha itu pun sudah mendekam di rumah tahanan KPK.
Dalam surat dakwaan milik Irman dan Sugiharto, Andi disebut mengatur penganggaran proyek e-KTP bersama dengan ketua DPR Setya Novanto (Setnov) mantan ketua umum partai Demokrat, Anas Urbaningrum, dan mantan bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Keempatnya sepakat jika anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun setelah dipotong pajak sebesar 11,5 persen, 51 persennya atau Rp 2,6 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja real pembiayaan proyek sedangkan sisanya sebesar 49 persen atau senilai Rp 2,5 triliun dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak.
Bukan hanya itu keempat orang tersebut juga sepakat pejabat kemendagri termasuk Irman dan Sugiharto mendapat jatah 7 persen atau sejumlah Rp 365,4 miliar. Untuk anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau, Rp 261 miliar. Kemudian Setnov dan Andi mendapat sebesar 11 persen atau senilai Rp 574,2 miliar, sementara Anas dan Nazaruddin mendapat sebesar 11 persen atau Rp 574,2 miliar.
Selanjutnya sebesar 15 persen atau jumlah Rp 783 miliar dibagikan kepada pelaksana pekerjaan atau rekanan. Atas perbuatannya, Andi disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2999 sebagaimana telah diubah dengan Undan-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP (bd)