BOGOR DAILY– Jaksa penuntut umum menilai pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu yang menyebutkan tentang surat Al-Maidah ayat 51 memenuhi unsur pidana penodaan agama. Menurut jaksa, Ahok memiliki niat untuk melakukan penghinaan tersebut.
“Yang patut mendapat perhatian adalah bukan sekedar terpenuhinya unsur pasal 156 a huruf a KUHP tetapi juga dapat diliputi oleh penjelasan pasal 4 Undang-undang nomor 1 PNPS tahun 1965,” ucap jaksa saat membacakan surat tuntutannya dalam sidang di auditorium Kementerian Pertanian (Kementan), Jalan RM Harsono, Jakarta Selatan, Kamis (20/4/2017).
Dalam penjelasan pasal 4 UU 1/PNPS/1965 disebutkan bila tindak pidana itu disampaikan secara lisan, tulisan, atau perbuatan lain. Selain itu, perbuatan itu ditujukan kepada niat untuk memusuhi atau menghina.
Jaksa lalu menjelaskan tentang fakta-fakta persidangan yang menurutnya memenuhi unsur tersebut. Menurut jaksa, Ahok dianggap telah menuduh kepada orang lain menggunakan surat tersebut untuk membohongi konstituen.
“Apabila ditinjau pada struktur bahasa, dapat diketahui, terdakwa telah menuduh kepada orang lain yang dianggap telah membohongi konstituen dengan Al-Maidah, sekaligus menuduh konstituen dibohongi dengan Al-Maidah,” ujar jaksa.
Selain itu, jaksa juga menyebut ada kesengajaan dari Ahok untuk melakukan penghinaan agama dengan pidato yang disampaikannya tersebut. “Dapat disimpulkan bahwa hanya dengan maksud untuk memenuhi atau menghina agama bukan bentuk kesengajaan yang lain,” kata jaksa.
Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena menyebut dan mengaitkan surat Al Maidah 51 dengan Pilkada DKI. Penyebutan surat Al Maidah 51 ini disampaikan Ahok saat bertemu warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Ahok didakwa dengan pasal 156 a huruf a KUHP dan pasal 156 KUHP. (bd)