BOGOR DAILY– Puluhan pegawai PDJT kembali menggeruduk Balai Kota Bogor, kemarin. Mereka datang untuk mengadukan nasibnya yang terkatung-katung karena belum mendapat gaji selama empat bulan. Mereka juga menolak hasil audiensi beberapa hari lalu yang menyebut PDJT akan dibubarkan. Sebab, ibarat pepatah, sudah jatuh ketiban tangga. Sudah tak digaji eh perusahaannya mau bubar.
Sambil berselawat dan berbekal spanduk seadanya, mereka terus-terusan menyuarakan nasibnya. Kepala Bagian Satuan Pengawas Internal PDJT Kota Bogor Tri Handoyo mengaku menolak likuidasi atau pembubaran PDJT yang sebelumnya telah digagas Direktur Utama PDJT dan Walikota Bogor. Hal itu karena karyawan menganggap likuidasi itu merupakan usulan sepihak dari Direktur PDJT Krisna Kuncahyo kepada Wali Kota Bogor Bima Arya. “Aksi ini ujung dari hasil audensi antara Wali Kota, Direksi dan Badan Pengawas PDJT Rabu (25/4) kemarin. Kita sebetulnya ditunjuk sepuluh perwakilan karyawan, tapi pas datang ke sini tidak diajak masuk oleh direksi,” kata Tri.
Namun setelah dari Hotel Salak, hasil keputusan wali kota dinyatakan memilih membubarkan PDJT. Hal tersebut membuat para karyawan PDJT kebingungan. “Padahal usulan alternatif likuidasi diajukan Direksi adalah pernyataan sepihak. Kami sama sekali tidak dilibatkan dalam rapat untuk keberlangsungan PDJT,” terangnya.
Karena itu, pihaknya datang ke Balai Kota untuk meminta penjelasan langsung dari Wali Kota terkait likuidasi PDJT. Menurutnya, likuidasi bukan langkah akhir karena ratusan karyawan masih ingin tetap bekerja. “Lebih baik Direksi saja yang mengundurkan diri karena tidak mampu mengurus perusahaan. Selama empat bulan ini kami tidak terima gaji, bus semua pada rusak. Kami harap jangan dibubarkan PDJT,” paparnya.
Sementara itu, Bima Arya mengaku akan mengambil alih pengelolaan PDJT sekaligus mengakhiri konflik yang ada di intenal PDJT. Ia akan menunjuk pelaksana tugas (plt) yang dalam waktu dekat segera mengumumkannya. “Sebelumnya PDJT pernah dipimpin plt ketika zaman Pak Suharto. Sambil berjalan akan kita selesaikan permasalahannya,” ujarnya.
Terkait wacana pembubaran PDJT, Bima mengaku belum memutuskan langkah tersebut. Tetapi ia akan mengambil alih pengelolaannya dan nantinya akan dilakukan pembahasan bersama karyawan. Sebab, salah satu tuntutan karyawan seperti itu. “Karyawan meminta PDJT tetap beroperasi dan kita akan rumuskan dengan karyawannya serta akan lakukan hitung-hitungan memungkinkan PDJT ini beroperasi sambil menunggu Perda perubahaan status PDJT menjadi Perseroda,” jelasnya.
Sebelumnya, Pengamat Hukum Sugeng Teguh Santoso menilai pembubaran perusahaan merupakan hal tidak terhindarkan. Sebab jika tidak, keberadaan perusahaan hanya menjadi beban Pemerintah Daerah (Pemda). “Ya itu memang tidak terhindarkan. Kalau tidak, akan terus memangkas anggaran Pemerintah Kota (Pemkot),” terangnya.
Namun, pandangan lain diutarakan Pengamat Transportasi Djoko Setiojowarno. Opsi yang baik untuk PDJT saat ini, menurutnya, adalah mengubah status PDJT yang semula perusahaan daerah menjadi Perseroan Terbatas (PT). “Kalau dibubarkan, tidak memungkinkan. Sebab, PDJT memiliki banyak karyawan. Maka dari itu diubah statusnya,” jelasnya.
Djoko juga menilai dengan 148 karyawan PDJT yang belum digaji selama empat bulan, merupakan kesalahan fatal yang seharusnya tidak dilakukan direksi. Sebab walau bagiamana pun, PDJT milik Pemkot Bogor. “Kalau milik swasta mungkin boleh-boleh saja seperti itu, ini memalukan sekali jika Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang seperti itu,” tandasnya. (met/bd)