Saturday, 23 November 2024
HomeNasional5 Kali Setnov Lolos dari Jerat Hukum, Ini Kasus-kasusnya

5 Kali Setnov Lolos dari Jerat Hukum, Ini Kasus-kasusnya

BOGOR DAILY– KPK menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka. Ketua Umum Partai Golkar itu terjerat kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. “Setelah mencermati fakta persidangan dua terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di kantornya, Senin (17/7).

Agus melanjutkan, “KPK menetapkan SN, anggota DPR, sebagai tersangka,” katanya. 
“SN melalui AA (Andi) diduga mengkondisikan peserta dan pemenang tender e-KTP. Mereka memiliki peran, baik dalam proses perencanaan, pembahasan anggaran, dan proses pengadaan barang dan jasa,” ujar Agus.
“Korupsi e-KTP sudah direncanakan sejak proses perencanaan pada tahap anggaran dan pengadaan barang dan jasa,” kata Agus.
Ini berarti Novanto diduga melanggar Pasal 3 atau 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab UU Hukum Pidana. Pasal-pasal tersebut mengatur tindakan penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau korporasi, secara bersama-sama dan melawan hukum.
Sebetulnya, nama Novanto bukanlah kali pertama ini diduga terlibat dalam kasus hukum. Laki-laki kelahiran 12 November 1955 tersebut telah berurusan dengan aparat hukum sejak tahun 1999 dalam, setidaknya, lima kasus berbeda. Berikut rekam jejaknya:
Cassie Bank Bali (1999)
Pada perkara ini, Setya Novanto berperan mengalihkan hak piutang (cassie) Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Kasus ini terkuak setelah Bank Bali mentransfer uang senilai Rp 500 miliar kepada PT Era Giat Prima, perusahaan milik Setya bersama rekannya Djoko S. Tjandra dan Cahyadi Kumala.
Akibat kasus ini negara dirugikan Rp 904,64 miliar. Kasus berhenti bersamaan dengan terbitnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari kejaksaan pada 18 Juni 2003.
Kasus Penyelundupan Beras Vietnam (2003)
Setya Novanto bersama rekannya di Partai Golkar, Idrus Marham, dengan sengaja memindahkan 60 ribu ton beras dari gudang pabean ke gudang nonpabean. Padahal bea masuk dan pajak seluruh beras yang diimpor oleh Induk Koperasi Unit Desa (INKUD) itu belumlah dibayarkan.
Kecurangan ini berakibat pada kerugian negara sebesar Rp 122,5 miliar. Setya Novanto hanya diperiksa sebanyak satu kali yakni pada 27 Juli 2006.
Penyelundupan Limbah Beracun di Pulau Galang, Kepulauan Riau (2006)
Pada tahun 2006 lebih dari 1000 ton limbah beracun mendarat di Pulau Galang. Limbah yang disamarkan sebagai pupuk organik itu mengandung tiga zat radio aktif berbahaya, yakni: Thorium 228, Radium 226, dan Radium 228.
Setnov diketahui sebagai orang dibelakang skandal penyelundupan itu. Ia merupakan pemilik PT Asia Pasific Eco Lestari (APEL), perusahaan pengimpor limbah-limbah berbahaya asal Singapura tersebut.
Korupsi PON Riau 2012 (2012)
Kala itu, Muhammad Nazarudin, mantan bendahara Partai Demokrat, menyebut Setnov terlibat dalam korupsi pembangunan lapangan tembak Pon Riau 2012. Setnov disebut mengatur aliran dana ke anggota Komisi Olahraga DPR. Dana ini digunakan untuk memuluskan pencairan APBN.
Setnov hanya diperiksa sebatas saksi dengan tersangka utama mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal. Ia membantah semua tuduhan dan berhasil melenggang keluar dari pusaran kasus.
Papa Minta Saham (2015)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said melaporkan Setnov ke Majelis Kehormatan Dewan DPR. Ia dituduh telah mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta imbalan saham guna memuluskan perpanjangan kontral PT Freeport Indonesia. Kasus tersebut hingga kini belum selesai dan masih ditangani oleh Kejaksaan Agung