BOGOR DAILY– Rencana DPRD Kabupaten Bogor membuat peraturan daerah (perda) inisiatif terkait penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) nampaknya seperti jauh panggang dari api. DPRD Kabupaten Bogor seperti ogah-ogahan membuat aturannya. Sebab, sampai saat ini, badan legislatif belum menyampaikan rencana itu ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Alasannya terbentur dengan pembahasan dua raperda yang baru diserahkan pemkab ke DPRD Kabupaten Bogor.
“Kemungkinan dilakukan seusai pembahasan KUA PPAS dan LKPj,” kata Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BPPD) DPRD Kabupaten Bogor Juhanta.
Walaupun penyampaian rencana ini harus mundur, pihaknya tetap akan memprioritaskan untuk dibahas secara lanjut. Karena jika dilihat dari statusnya, keberadaan PKL di Kabupaten Bogor sudah urgent dan harus ada penataan. “Khususnya PKL yang ada di Cibinong itu sudah berdampak kepada kemacetan. Kita harus carikan solusinya,” ucap politisi PPP ini.
Juhanta menjelaskan, yang diketahuinya tentang PKL adalah pedagang yang bukan berjualan di bangunan tetap seperti tukang pecel atau yang berjualan di gerobak. Sehingga komoditi seperti inilah yang nantinya akan diakomodasi dalam aturan untuk dicarikan solusi, di mana tempat yang tepat untuk mereka berjualan. “Kita lihat aturannya dulu. Nanti kita akan fasilitasi juga,” jelasnya.
Sebelum Raperda PKL ini diusulkan kepada pemerintah, Juhanta mengaku akan mencoba menjalin komunikasi berkaitan dengan PKL. Pedengan beberapa pihak yang merintah daerah, pengusaha, PKL serta masyarakat sekitar Kabupaten Bogor. “Kita akan buatkan naskah akademik lalu undang beberapa unsur masyarakat terkait PKL. Kita akan carikan apa sih solusinya dan bagaimana aturan ini bisa dibentuk,” akunya.
Untuk daerah yang kemungkinan akan didatangi untuk dijadikan contoh dalam menata PKL, kemungkinan referensinya ke Jogjakarta atau Bandung. Sebab, informasi yang didapat kedua wilayah itu sudah berhasil menata PKL. “Intinya ke tempat yang bagus dan berhasil menata PKL. Kami juga akan cari dulu referensinya,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Perundang–Undangan Daerah Satpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridho mengingatkan, jika berbicara usulan untuk Raperda PKL, dalam aturan ini perlu ditekankan bahwa PKL harus ditata kapan waktu berjualannya dan di mana lokasi atau zona yang bisa digunakan untuk berjualan. Semisal, PKL basah dan kuliner yang diperbolehkan hanya berjualan sejak sore hingga malam atau dini hari.
“Bisa juga kan dari pagi hingga sore mereka tidak diperbolehkan berjualan. Tempat yang steril dari PKL juga harus ditentukan. Makanya, ini sangat perlu diperhatikan,” tuturnya.
Tak hanya itu, kategori PKL ini juga harus dituangkan dalam aturan. Di antaranya seperti apakah yang berjualan baju seperti di pasar tradisional atau yang berjualan dengan menggunakan kendaraan roda empat dan sebagainya. “Kalau ini sudah ada tentu akan tercipta ketertiban yang terencana dengan baik. Karena prinsipnya kita melakukan penertiban yang melanggar aturan,” imbuhnya.
Ia menambahkan, keberadaan PKL ini kebanyakan berdiri di wilayah perkotaan seperti Cibinong, Cileungsi, Ciawi, Parung hingga Leuwiliang. Sehingga inilah titik-titik yang harus jadi objek penataan dari aturan batu nantinya. Kalau semua sudah ditata dengan baik, maka akan lebih rapi. “Kita menindak kalau sudah ada solusi lebih enak, tidak disalahkan saja. Semua ini harus dipikirkan agar semua lebih rapi,” ujar Ridho.