BOGOR DAILY- Meski telah dilarang pemerintah Kecamatan Jonggol, namun penarikan restribusi di jembatan alternatif Cipamingkis masih berjalan. Ada lebih 20 pengelola yang berjaga-jaga tak jauh dari jembatan untuk mengutip uang dari pengendara.
Tiap pengelola berbagi peran. Dua orang menarik retribusi, ada pula yang mengawal kendaraan di tengah sampai turunan jembatan. Meski harus mengeluarkan uang, sebagian pengendara mengaku tidak keberatan karena mereka merasa terbantu.
Seperti pengakuan Rina Marlina (29). Pengendara asal Tanjungsari ini mengaku takut lewat jembatan kalau tak ada pengelola yang membantu. Baginya, lewat jembatan alternatif ini cukup beresiko.
“Kalau tidak ada yang jaga saya takut karena tanjakan dan turunannya curam,” ujarnya, saat melintasi jembatan alternatif Cipamingkis.
Dia berharap, keputusan pembubaran pengelola atau pungutan restribusi ditinjau ulang. Apalagi, jembatan Cipamingkis hingga kini belum juga diperbaiki. “Wajar kalau pengendara kasih uang receh, yang penting tak ditarif,” ucapnya.
Menurutnya, penempatan rambu penunjuk arah di sepanjang jalur jembatan tak cukup membantu. Terlebih lagi saat kondisi jalan basah setelah hujan. “Kalau habis hujan, pengelola dorong motor dan ada yang narik agar saya tidak jatuh,” terangnya.
Menanggapi hal itu Kapolsek Jonggol, Kompol Agus Supriyanto menerangkan, larangan pungutan yang telah disepakati Muspika adalah pemungutan retribusi dengan cara paksa atau penentuan nominal.
Selama tidak diwajibkan dan tak ada paksaan, maka tindakan itu diperbolehkan. “Kami melarang ada pungutan yang memaksa pengendara saat melewati jembatan sementara dari bambu itu,” tegasnya.
Sejak putusnya jembatan Cipamingkis, kata dia, para pengendara motor diarahkan melewati jalur arternatif. Sementara yang akan menuju Cariu diarahkan melalui jalan Rawabogo desa Weninggalih