BOGOR DAILY- Polri memastikan telah mendeteksi puluhan anggota Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang sudah pulang kampung ke Indonesia.
Salah satunya adalah, pelaku teror di Mapolda Sumatera utara berinisial SP diketahui pernah bertempur di Suriah.
Namun, meski sudah bisa mendeteksi Warga Negara Indonesia yang pernah terlibat ISIS di Suriah, polisi tetap saja kesulitan untuk mengetahui dan mendapatkan secuil bukti rencana aksi mereka.
Informasi yang diterima Jawa Pos, jumlah mantan kombatan yang mencicipi panasnya perang antara ISIS dengan dua blok yang digawangi Amerika dan Rusia mencapai 53 orang.
Mereka tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia. Ada di Jawa timur, Jawa tengah hingga di kawasan pulau Sumatera.
Sebelum SP, setidaknya ada tiga terduga teroris yang pernah ikut ke medan tempur di Timur Tengah tersebut. Yakni, Sahrul Munir, Febri Rahman dan Junaidi.
Ketiganya merupakan kaki tangan pimpinan lapangan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Zainal Anshori. Namun mereka berhasil ditangkap Densus 88 Anti Teror sebelum melakukan aksinya.
Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, jumlah anggota ISIS yang telah kembali ke Indonesia ini belum bisa dipastikan. Namun, memang bisa mencapai puluhan orang.
”Ini sudah menjadi pantauan Densus Anti Teror dan Intelijen,” terangnya ditemui di kantor Divhumas Mabes Polri kemarin (29/6).
Masalahnya, kata Dia, bukan pada jumlah mantan kombatan tersebut. Namun, lebih kepada bagaimana mengetahui rencana aksi teror yang akan mereka lakukan.
”Yang paling penting adalah rencana aksi mereka, kapan dan dimana aksi itu bakal dilakukan,” papar jenderal berbintang sua tersebut.
Menurutnya, perlu kecermatan yang ekstra untuk mendapatkan bukti di lapangan. Sehingga, bisa dilakukan upaya pencegahan sebelum terjadi aksi teror.
”Jadi pencermatan di lapangan ini yang terus kami dilakukan,” ungkapnya.
Kondisi semacam itu timbul karena saat ini revisi undang-undang anti terorisme belum kelar pembahasannya.
”Saat ini kalau tidak lakukan pidana di Indonesia tidak bisa ditangkap. Ke depan kalau sudah selesai revisinya, tentu bisa ditangkap untuk melakukan pencegahan. ” papar mantan Wakabaintelkam tersebut.
Selama masa transisi regulasi tersebut, Polri berupaya menambal celah regulasi ini dengan menerapkan preemtif strike atau penyerangan untuk pencegahan sedini mungkin.
”Kalau dapat bukti seminimal mungkin, langsung diamankan dulu,” ujarnya.
Apakah aksi teror penyerangan ke markas Polda Sumut hanya direncanakan empat orang saja? Alumnus Akpol 1984 itu menuturkan, tiga orang tersangka masih dalam pemeriksaan intensif di Mako Brimob Kelapa Dua.
”Tentu, siapapun yang terlibat akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Setiap jaringannya tentu dikejar,” ungkapnya.
Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Rikwanto mengungkapkan, warga negara Indonesia (WNI) yang pergi ke wilayah ISIS itu belum tentu semuanya menjadi kombatan atau ikut berperang.
Banyak yang kesana justru diposisikan sebagai pekerja. ”Menjadi buruh masak, koki dan semacamnya,” tuturnya.
Namun, ada juga yang menjadi kombatan karena memiliki kemampuan. Atau, malah menjadi orang yang cukup penting karena memiliki kemampuan khusus.
Seperti, Bahrun Naim yang memiliki kemampuan dalam bidang informasi dan tekhnologi (IT). ”Yang seperti itu dipakai ISIS,” jelasnya. (Jawa Pos)