Suatu aktivitas kerja bisa disebut profesi, setidaknya harus memiliki 5 komponen: berbasis keilmuan, independen, altruistik, diikat tata nilai etis (etika profesi), dan akhirnya harus ada garda yang menjaga kepastian pada nilai-nilai etika yaitu dewan kehormatan. Profesi ini melekat pada dokter, advokat, notaris dan hakim.
Mengapa seorang dokter di ruang UGD harus cepat menangani pasien segera sebagai tindakan penyelamatan, tanpa diperbolehkan mempertanyakan biaya pada pasien atau keluarganya? Seorang advokat juga wajib memberi bantuan hukum gratis pada pencari keadilan yang tidak mampu (miskin, tertindas, tidak mampu mengakses hak-hak nomatifnya). Sikap dokter dan advokat tersebut adalah pengejawantahan dari sifat altruistik profesi.
Sifat altruistik atau faham altruisme ini adalah suatu tata nilai yang mewajibkan penyandang profesi melayani nilai-nilai kemanusiaan. Nilai nilai yang melekat pada setiap individu sebagai mahluk Tuhan. Yaitu: hak untuk hidup, hak untuk dijauhkan dari rasa takut, dijauhkan dari perlakuan kekerasan dan perlakuan yang merendahkan harkat manusia.
Dalam melayani nilai-nilai kemanusiaan, penyandang profesi tidak boleh membedakan perlakuan berbasis suku, ras, agama, warna kulit dan bahasa. Karenanya dalam profesi advokat maka sejak ia menyandang status advokat, ia adalah human right defender (pembela hak asasi manusia).
Dalam UU Advokat No 18 tahun 2013, Pasal 22 dan kode etik advokat, nilai altruistik ini ditanamkan. Karena nilai normatif ini maka seorang advokat berhak menyandang status Nobile Officium (profesi yang mulia).
Sifat altruistik ini memerlukan bahan aku dasar dari individu itu sendiri, yang tumbuh berkembang dan menguat dalam proses hidup individu jauh sebelum ia memasuki profesi.
Bahan baku dasar itu adalah sifat empati yang terasah, rela berkorban, dan tidak kalah penting adalah keberanian menghadapi resiko (bernyali). Bahan baku dasar ini setidaknya harus melekat, karena sebelum menyandang profesi, ia adalah individu yang sama dengan individu lain.
Kalau tidak ada bahan dasar ini akan sulit diharapkan sikap altruistik terwujud pada penyandang profesi. Tidak bisa ujug-ujug seorang yang individualistik, materialis, dan selfish akan mampu bersikap altruistik pada saat menjadi advokat.
Dari mana bahan baku itu? Pendidikan budi pekerti dan penanaman nilai-nilai agama menjadi sangat penting. Perspektif altruistik ini sejalan dengan dasar negara Pancasila: kemanusiaan yang adil dan beradab dalam wilayah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Seorang advokat akan mampu menjadi agent perubahan, politik, sosial dan hukum bila mengembangkan dengan baik prinsip-prinsip nilai altruistik ini. Keahlian berfikir analitis, sistematik, terstruktur yang diasah pada jalan profesi akan menempatkan advokat menjadi primus interpares.
Sementara pada belahan dunia yang menerapkan demokrasi, para advokat menjadi pioner perubahan: AS, Korea, Filipina, Eropa. Di Indonesia? Sangat mungkin karena sejak didirikan oleh founding father, kita menganut prinsip negara hukum demokratis.
Kalau saudara advokat dan membaca tulisan ini, ayo saudara lakukan instropeksi. Sementara jika anda warga biasa, ini adalah informasi yang baik untuk dibaca. Buat anda kaum muda yang mau memilih profesi, ikutlah jalan ini. Jalan-jalan yang akan membawa anda pada pergumulan membela kemanusiaan dan kemuliaan menanti anda.
Salam sang Pembela,
Saat di atas Commuter Line Jakarta-Bogor
19 Agustus 2017
Sugeng Teguh Santoso, SH
(Calon Walikota Bogor 2018)