BOGOR DAILY– Sebuah jalan membelah aliran Kali Cileungsi di Kampung Nyangkokot, RT 03/06. Jalan milik Indocement yang menghubungkan Desa Gunungsari Kecamatan Citeureup, Desa Lulut, Klapanunggal, itu jadi pilihan warga hilir mudik beraktivitas. Bahkan, mereka rela menantang maut di jalan pintas yang sering memakan korban jiwa.
Di tengah derasnya Kali Cileungsi, warga menantang maut sambil mendorong motor melintasi jembatan yang digenangi air. Jembatan yang menghubungkan Desa Gunungsari, Kecamatan Citeureup dan Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, dipilih warga karena waktu tempuhnya lebih cepat.
Satu per satu warga mendorong motor miliknya melintasi Kali Cileungsi. Mereka sengaja mendorong dengan niat menghindari air kali yang masuk ke mesin motornya. Namun, ada juga sebagian warga yang tetap menyalakan kendaraannya dan menerobos air kali yang memiliki panjang sekitar 50 meter itu.
Sesampainya di ujung jembatan, warga tak langsung menyalakan motornya untuk melanjutkan perjalanan. Mereka selalu membiarkan motornya beberapa menit. “Ya begini, biar airnya pada keluar dulu,” kata Dede, warga sekitar saat ditemui di jembatan Kali Cileungsi, kemarin.
Dede mengatakan, ketinggian kali di jembatan tersebut bervariasi. Jika kali sedang normal, tingginya sedengkul orang dewasa. Namun jika kali tengah diguyur hujan, kedalaman kali bisa mencapai paha orang dewasa dan belum lagi arus yang deras. “Kalau hujan tidak bisa dilintasi. Jalannya licin, banyak lumutnya,” ucapnya.
Menurutnya, jembatan ini biasanya ramai ketika siang hingga petang. Namun selepas azan Magrib, warga mengurungkan niatnya melintasi jembatan ini. “Kalau Magrib ke atas sudah sepi. Paling yang melintas mobil saja dan itu juga beberapa. Ada tiga jembatan di sini yang seperti ini. Cuma yang digunakan warga ya jembatan ini saja,” ujarnya.
Namun di balik itu semua, Kali Cileungsi menyisakan cerita mistis tersendiri bagi masyarakat sekitar. Jembatan yang digunakan sehari-hari oleh warga itu dianggap sering meminta tumbal atau korban jiwa. Tak tanggung-tanggung, korbannya kebanyakan dari kalangan muda yang tengah melintasi jembatan atau sekadar mandi di kali. “Tiap tahun ada saja yang meninggal. Ganas kalau sama orang baru. Bisa dua kali. Kebanyakan anak muda yang jadi korban,” kata warga sekitar, Endah (55).
Menurut orang tua dari Ketua RT 03/06, Kampung Nyangkokot, anehnya, kebanyakan peristiwa ini terjadi saat musim kemarau. Sedangkan saat musim hujan, kejadian itu tidak ada.
Seperti kejadian tahun kemarin, ada tiga remaja yang sedang mencuci tikar tiba-tiba terseret arus hingga ditemukan meninggal dunia. Kemudian pengendara motor perempuan yang tengah melintas di aliran kali yang tidak deras, juga terseret air beserta motornya.
“Motor pernah kebawa cuma yang ketemu duluan motornya, kalau orangnya beberapa hari kemudian. Itu juga pakai orang pintar segala,” ungkap nenek berkain batik itu.
Dirinya mengimbau warga yang hendak melintasi aliran kali itu agar membunyikan klakson demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan. “Kalau orang sini ngebilangin kalau mau lewat harus nglakson dulu. Yang penting mah harus inget saja sama yang di atas,” ujarnya.
Sementara mantan Kepala Desa (Kades) Gunungsari Ade membenarkan bahwa jalan pintas Indocement itu sering memakan korban. Sebab, banyak masyarakat nekat melintasi Kali Cileungsi saat banjir atau air tinggi. “Itu mah karena faktor alam saja. Lagi banjir, warga nekat nyeberang. Bahkan ada yang berenang,” kata Ade saat dihubungi, kemarin.
Saat masih menjabat kades, ia pun telah meminta agar jalan itu ditutup. Namun, warga tetap nekat menerobosnya. “Itu kan sekarang milik Indocement. Memang sebaiknya ditutup saja biar tidak ada korban lagi,” tandasnya.