Sunday, 24 November 2024
HomeKota BogorJihad Al-Ghazali

Jihad Al-Ghazali

Oleh: Sugeng Teguh Santoso, SH
(Calon Walikota Bogor 2018)

Sebagai sahabat Kiai Musthopa bin Abdullah bin Nuh, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor, saya beberapa kali diundang rapat dengan beliau. Kiai Toto begitu saya memanggilnya. Dalam pertemuan itu, kami membahas tentang upaya pemilik Yayasan Pendidikan Islam Al Ghazali Bogor untuk mendapatkan kembali hak milik atas tanah seluas hampir 1.000 m2 di Jalan Semeru, Kecamatan Bogor Tengah.

Saya paham betul bagaimana kekecewaan kiai Toto atas gagalnya eksekusi hukum yang pernah dilakukan pada 27 April 2017. Keinginan untuk mendapatkan kembali hak atas tanah tersebut terpaksa batal karena mendapatkan perlawanan.

Padahal, Pengadilan Negeri (PN) Bogor telah bekerja sama dengan pihak kepolisian dan unsur lainnya untuk mengamankan jalannya eksekusi. Tapi, hasilnya justru nihil. Tim gabungan yang terdiri dari unsur polisi, TNI dan Satpol PP gagal mengeksekusi pengosongan lahan yang saat itu ditempati mahasiswa asal Sulawesi Selatan.

Malahan, muncul perlawanan dari pihak yang tidak berhak atas tanah a quo. Sampai-sampai muncul korban jiwa dari aparat dan pihak yang melawan. Saya menduga, insiden itu terjadi karena adanya intervensi politik dari Jakarta pada pelaksana eksekusi dan aparat keamanan.

Padahal dari kacamata hukum, eksekusi putusan berkekuatan hukum tetap semestinya tidak boleh dihalangi apa pun. Sebab, eksekusi adalah pelaksanaan perintah hukum yang sah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan tetap. Sebagaimana putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa tanah sengketa yang diklaim sebagai asrama mahasiswa Sulsel Latimojong adalah milik Yayasan Pendidikan Islam Al-Ghazali Bogor.

Putusan itu juga memerintahkan pihak mana pun yang berada di atas tanah tersebut agar mengosongkannya. Sekaligus menyerahkan dalam keadaan kosong tanah sengketa pada pemilik yang sah, yakni Yayasan Pendidikan Islam Al-Ghazali Bogor.

Keluarnya putusan itu bukan cuma-cuma, melainkan lewat perjuangan panjang. Selama 17 tahun, kiai Toto memperjuangkan hak yayasan tersebut melalui jalur legal. Mulai dari menggugat di Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) hingga dengan berkekuatan.

Tak hanya itu, kiai Toto juga menggugat pengosongan melalui pengadilan umum sampai berkekuatan tetap di Mahkamah Agung (MA). Semua prosesnya dilakukan secara benar dan legal. Tidak pernah ada upaya yang dilakukan di luar jalur legal, apalagi dengan kekerasan.

Kiai Toto percaya pada sistem. Ia yakin kalau sebagai negara hukum, pemerintah akan memberikan perlindungan hukum pada warga negara yang berhak. Upaya jalur hukum yang memakan waktu panjang itu juga memberikan teladan sebagai pemimpin masyarakat agar taat pada hukum.

Kiai Toto tetap berlapang dada ketika komitmennya taat pada hukum justru berujung kecewa saat eksekusi pertama gagal. Ia akhirnya menyerahkan proses ini pada aparaturnya. Hingga muncul keputusan bersama untuk pelaksanaan eksekusi kedua pada Rabu, 13 September 2017.

Sebagai sahabat, saya wajib memberikan dukungan moril di tengah kekecewaan dan kegelisahan kiai. Setelah beberapa kali pertemuan makan malam sebelum eksekusi kedua dilakukan (12/9/17), saya ikut berkumpul bersama warga Bogor. Terdiri dari tokoh-tokoh Bogor dan organisasi masyarakat (ormas) yang bersimpati meliputi Banser, BBRP dan Garis.

Selain itu, kami juga mempersiapkan perencanaan. Termasuk di dalamnya upaya melakukan eksekusi dengan kekuatan sendiri, bila eksekusi kedua kembali gagal dilaksanakan petugas. Bahkan ditetapkan sikap jika pada 13 September 2017 pukul 09:00 WIB eksekusi tidak selesai, maka warga dan gabungan ormas akan menggelar sendiri pengosongan lahan tersebut.

Malam itu (12/9) sejak pukul 21:30 WIB, saya bersama beberapa kawan, di antaranya Bagus Blacknight, Rommy ketua GP Ansor, Ki Kemal Salim dan Banser, pimpinan ormas serta seluruh tokoh masyarakat menginap di pesantren menunggu saat eksekusi tiba.

Ada yang tidur-tidur ayam, namun lebih banyak yang tidak tidur. Suasana tegang mengambang di udara. Pekikan jihad berkumandang. Jihad sebagai jalan perjuangan di jalan Allah bergema, takbir bersahut-sahutan dan doa dilantunkan.

Sampai-sampai ada ritual pemberian kekebalan tubuh pada seluruh anggota ormas yang akan menjadi ujung tombak. Ritual tersebut dilakukan Ustadz Syamsudin, seorang pria yang sudah sepuh tapi tetap menunjukkan sikap tegas dan berani. Dasar kami adalah hak berdasarkan hukum dan keadilan. Memperjuangkan hak adalah wajib.

Saya baru lihat kiai Toto adalah seseorang yang bertutur lembut, rendah hati, tegas bahkan kata-kata keras. Saya tahu, kalau eksekusi kedua ini tidak main-main. Deadline telah disampaikan pada pengadilan dan kepolisian. Kalaupun gagal, jangan salahkan warga dan ormas yang bersimpati melakukan pengosongan paksa sendiri. Potensi konflik fisik tak terhindarkan dengan kemungkinan ada korban.

Respons pengadilan dan aparat di luar dugaan, yakni cepat dan tepat. Dengan diadakannya eksekusi pengosongan pukul 05:00 WIB, eksekusi akhirnya berjalan lancar. Meski ada sedikit perlawanan, sebelum jam 09:00 WIB berita acara serah terima lahan tereksekusi sudah selesai ditandatangani pihak terkait.

Semua berjalan lancar, tidak terjadi konflik fisik. Alhamdulillah. Apresiasi pada Pengadilan Negeri Bogor, Kapolres Bogor Kombes Ulung, Satpol PP Kota Bogor, Dandim Kota Bogor Letkol Dody, Dandenpom Kota Bogor dan Dansat Brimob AKBP Sianipar dll.

Salam sang Pembela,

Pesantren Al Ghazali, 13 September 2017.