Friday, 17 May 2024
HomeKota BogorMelek Politik

Melek Politik

Oleh: Sugeng Teguh Santoso, SH
(Calon Wali Kota Bogor 2018)

Kelas 3 SMA,  saya sudah membaca buku Ilmu karangan Prof. Miriam Budiardjo. Seorang guru besar dari perguruan tinggi ternama. Yakni, Universitas Gajah Mada (UGM). Dari buku itulah saya mendapat pengetahuan normatif tentang apa itu .

adalah ilmu tentang penyelenggaraan kepentingan umum. Dengan kata lain,   itu pengetahuan yang menjabarkan strategi melayani kepentingan umum/rakyat.Namun, wajah di era reformasi ternyata menjungkir balikkan paradigma ilmu .

Praktik Indonesia justru menerapkan prinsip homo homini lupus yang berarti “Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya”. Bahkan teori setan Shang Yang dan catatan Machiavelli  dalam buku Il Principle berlaku plek 100 persen seperti istilah yang dipopulerkan Thomas Hobbes.

Teori setan Shang Yang dan Il Principle Machiaveli menorehkan tuntunan menghalalkan segala cara untuk memperoleh kuasa dan mempertahankannya. Praktik menghalalkan segala cara demi kekuasaan ini membuat segala teori ilmu   yang didapatkan dari kampus terpaksa terpinggirkan.

Faktanya yang terjadi, kekuasaan dengan ideologi kepentingannya seolah menjadi Tuhan, sedangkan modal kapital menjadi alat kerjanya.  Dalam konteks kuasa ini,  rakyat bukanlah objek pelayanan melainkan sebagai alat komoditas . Sedangkan, suara rakyat dalam demokrasi hanya menjadi instrumen mencapai kursi kekuasaan. Tidak lebih tidak kurang.

Jadi jangan heran, para politisi dalam analogi sarkastik bisa ‘memotong leher' kawan, sahabat separtai,seperjuangan sambil tertawa tawa menikmati anggur  di meja makan dengan bertransaksi politik.Hingga muncul pandangan sinis bahwa nasib nyaris 250 juta orang diatur oleh segelintir orang dalam wadah oligarki, sambil berbagi bagi wilayah konsesi politik.

Bisa dibayangkan ketika modal, sumber daya alam, dan kekuasan itu dibagi bagi  di atas meja oleh beberapa orang saja. Sementara, rakyat hanya menjadi pelengkap penderita. Dalam wilayah praktik machiaveliim, muncul fenomena saracen yang mengaduk aduk kebencian antar kelompok warga negara agar muncul instabilitas politik. Terlalu panjang kalau praktik politik machiavelism itu diurutkan satu per satu.

Meski begitu, masih ada politisi yang percaya bahwa politik itu tuntunan daftar kebaikan. Di sana ada politisi gaek nasionalis  yang sudah pensiun. Seperti, Sabam Sirait, ayah politisi muda Mauarar Sirait yang pada akhir masa tugasnya menulis buku “Politik Itu Suci”.

Dalam semangat yang sama perlu diapresiasi langkah presiden Jokowi dengan prinsip KERJA… KERJA …. KERJA  sebagai perwujudan  prinsip Ilmu politik dasar yang berorientasi melayani rakyat. Insfrastruktur dibangun masif sampai pelosok daerah  sebagai implentasi keadilan pembangunan.

Ada juga kelompok politisi salon. Kelompok politisi ini diduga tidak akan kasar memainkan praktek machiavelism, karena politisi salon ini butuh citra positif, citra moralis, dengan tujuan menggalang suara konstituen untuk dipilih dan bertahan dalam tampuk kuasa.

Mereka adalah para pesolek politik, membentuk pencitraan melalui strategi branding media, dan umumnya berhasil. Karena mereka menyadari massa rakyat sebagian besar tidak terdidik dalam pemahaman hak politik, berpendidikan rendah bahkan apatis yang perlu umpan pendek berupa money politik.

Para politisi salon mengabaikan substansi politik sebagal pelayanan rakyat. Mereka faham kalau rakyat yang tidak terdidik dalam politik ini, memiliki kehidupan sehari-hari yang sulit. Sehingga, cukup diberi katarsis keramaian acara, diberi taman indah, diberikan Bantuan Layanan Tunai (BLT). Atau sesekali didatangi dengan memberikan sumbangan berupa gula dan bahan pokok lainnya.

Katarsis tersebut terbukti berhasil, sehingga para pesolek politik memiliki peluang besar untuk kembali mendapatkan dukungan. Tetapi, jangan berharap kalau para politisi salon  itu mampu mengambil keputusan strategis yang menuntut nyali besar. Jangan harap mereka mau pasang badan untuk rakyatnya atau berjuang mempertahanlan prinsip nilai. Karena, orientasi mereka adalah diri mereka (selfiest).

Jadi terlihat benang merah bahwa praktek mavhiaveilism , pesolek politik subur karena rakyat tidak terdidik dalam politik. Kalaupun  ada,  aktivis pilitik yang terlibat dalam penyadaran hak-hak  rakyat, mereka hanya segelintir orang yang teriak-teriak di jalan sunyi. Bahkan jalan itu bisa makin sunyi tatkala mereka juga ditarik dalam dekapan oligarki.

Wahai  warga/ rakyat , saudara/i sebangsa sadarlah jangan mau hanya jadi komoditas politik saat pemilu. Ambil peran, ambil daulatmu agar kamu bukan hanya jadi pelengkap penderita. Ingat, politik ada hanya untuk melayanimu bukan sebaliknya kamu melayani elit politik. Ayo melek poliitik!

Salam Sang Pembela
Tol Cikampek, sambil bermacet ria
9-9-2017.