BOGOR DAILY-Pemerkosaan siswi SMP berusia 13 tahun oleh 21 pemuda di Luwu, Sulawesi Selatan, membuat Komnas Perempuan semakin mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Di dalamnya diatur sanksi terhadap pelaku dan perlakuan untuk memulihkan korban.
“Kemudian yang sekarang kita dorong, kehadiran Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Ini adalah salah satu alternatif, terkait bagaimana juga pelindungan untuk korban. Dan pelaku anak ini juga diatur di situ,” ujar Komisioner Komnas Perempuan Masruchah, Selasa (24/10/2017).
Masruchah kemudian melontarkan ide soal penjeraan dengan sanksi sosial, yang juga bisa dituangkan dalam undang-undang. “Kalau bicara penjeraan tidak harus dengan cara seperti itu. Ada sanksi sosial misalnya diusir dari wilayah itu, di mana untuk melakukan kerja-kerja sosial, ya harus dijauhkan dari korban. Karena korban ini traumanya luar biasa. Termasuk ada hukuman maksimal, begitu secara panjang tahunnya,” tukasnya.
“Meskipun kita bicara soal semua ada proses penjeraan, tapi kan kalau usia anak-anak ada rehabilitasi. Jadi artinya harus ada pendidikan untuk anak-anak yang pelaku itu. Karena untuk usia anak-anak ini kan pasti belum bisa mengambil keputusan secara utuh atau atas dirinya. Bisa karena pengaruh, dan seterusnya,” kata Masruchah.
Untuk anak yang menjadi korban sendiri tentu harus mendapat dukungan dari orang-orang terdekatnya. Jika keluarganya tidak dapat menyediakan, pemulihan bisa diberikan dari masyarakat di sekitarnya.
“Namanya juga hidup sosial bermasyarakat, sekitarnya itu punya peran untuk melakukan perlindungan. Kalau misalnya korban tidak mendapati pemulihan dari keluarganya, ya sekitarnya yang peran keduanya adalah masyarakat. Meskipun negara punya peran pertama dalam tanggung jawabnya. Tetapi kan negara bisa mendorong hadirnya lembaga-lembaga perlindungan untuk korban di komunitas-komunitas,” tutup Masruchah.