BOGOR DAILY-Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) akhirnya mengambil langkah untuk menghentikan sementara operasi angkutan berbasis aplikasi online. Angkutan itu baru bisa aktif kembali ketika revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 26 Tahun 2017 sudah rampung pada November nanti.
Kepala Balai Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) wilayah III Dinas Perhubungan (Dishub) Jabar Abduh Hamzah mengimbau agar angkutan sewa khusus berbasis online tidak beroperasi sampai aturan baru mengenai angkutan di luar trayek keluar dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) 1 November nanti. “Diimbau untuk tidak beroperasi sepanjang regulasi belum ada. Karena mau dilarang seperti apa, aturannya belum ada,” kata Abduh di Bandung, Rabu (11/10).
Ia menilai saat ini ada persaingan tidak sehat dalam bisnis transportasi. Di satu sisi angkutan berbasis aplikasi belum mendapatkan izin tapi tetap beraktivitas seperti biasa, sementara di sisi lain angkutan konvensional telah membayar pajak tapi ‘pasarnya’ terus tergerus. Wajar kemudian muncul protes dari pihak angkutan konvensional.
Sehingga pilihan menyetop sementara operasional angkutan online jadi jalan tengah. “Angkutan itu baru bisa aktif kembali ketika revisi Permenhub No 26 Tahun 2017 sudah rampung pada November nanti,” terangnya.
Anggota Humas Dishub Jabar Juddy K Wachjoe mengatakan, Surat Pernyataan Bersama efektif untuk mencegah konflik tersebut. “Untuk kenyamanan kondisi di Jabar, transportasi nyaman, tidak ada konflik, lebih mengarah ke sana,” kata Juddy.
Surat Pernyataan Bersama ini menurutnya efektif sampai ada regulasi baru dari pemerintah pusat. Sebab sejak aturan ini diterbitkan, tidak ditemukan lagi kegiatan angkutan berbasis aplikasi, setidaknya ketika ada razia.
Juddy mengimbau agar semua pihak tetap mematuhi surat tersebut. Apalagi pihak Dishub dan Pemprov Jabar sedang mendesak Kemenhub segera menerbitkan hasil revisi Permenhub 26/2017 agar ada kepastian hukum bagi angkutan konvensional maupun angkutan berbasis aplikasi. Tanpa itu maka kondisi yang ada sekarang, yaitu pendapatan pengendara angkutan konvensional, akan terus menurun.
“Kalau hal itu pasti terjadi, secara otomatis akan berkurang (pendapatan angkutan konvensional, red). Makanya kami mengajak agar rekan-rekan bersabar dulu karena kami tidak bisa secara nyata menertibkan,” ujar Juddy.
Sebelumnya, pihak Dishub sudah menyurati Kemenhub pada 22 September 2017 lalu. Surat yang ditandatangani Gubernur Jabar itu berisi permohonan penertiban pedoman tentang penyelenggaraan angkutan sewa khsusus.
Inti surat permohonan Dishub ini adalah keinginan memberi kepastian hukum dalam menciptakan sebuah kesetaraan, keadilan dan persaingan usaha di antara angkutan sewa khusus.
Sementara menanggapi munculnya aturan itu, Wali Kota Bogor Bima Arya angkat bicara. Menurut Bima, untuk pengaturan angkutan online, pihaknya berkoordinasi langsung dengan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). “Pelarangan itu tidak berlaku sama untuk Kota Bogor karena kami koordinasinya dengan BPTJ,” jawab Bima saat ditanya melalui WhatsApp.
SELESAI PEKAN DEPAN
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumardi menargetkan pembahasan peraturan baru terkait angkutan berbasis aplikasi rampung pada Selasa (17/9) pekan depan. Aturan baru itu dibutuhkan untuk mengisi kekosongan hukum usai Mahkamah Agung (MA) membatalkan pasal-pasal dalam Permenhub Nomor 26 Tahun 2017.
Budi mengatakan, pembahasan akhir mengenai aturan itu yang melibatkan pihak pemerintah dan pelaku usaha transportasi akan berlangsung di Gedung Kemenko Bidang Kemaritiman. “Setelah ada diskusi sosialisasi, ketemu lagi, semua keinginan untuk memberikan kesetaraan antara transportasi online dan konvensional itu dipegang sama-sama. Dijunjung sama-sama,” kata Budi.
Sementara CEO Go-Jek Nadiem Makarim angkat bicara mengenai dilarang beroperasinya transportasi online di wilayah Jabar. Dia meminta pemerintah daerah segera menyelesaikan masalah yang terjadi antara transportasi online dan angkutan kota serta taksi konvensional di Jabar.
Menurut Nadiem, pangsa pasar transportasi online di Jabar cukup besar. Untuk itu dia meminta pemerintah membuat regulasi yang bisa menguntungkan kedua belah pihak.
Nadiem mengatakan, keberadaan transportasi online pada prinsipnya membantu ekonomi kerakyatan masyarakat. Apalagi berdasarkan catatan Gojek, 60 persen mitra mereka adalah pekerja paruh waktu yang mencari tambahan uang dengan menjadi driver.
Selain itu, ia menyatakan menerima rencana pemerintah untuk mencari tarif minimum dan maksimum untuk transportasi online agar bisa beroperasi. Tujuan penyesuaian tarif tersebut untuk menciptakan kesetaraan. “Kami sangat mendukung jika tarif disesuaikan (untuk regulasi yang dibuat pemerintah, red),” tandasnya.