BOGOR DAILY- Sebuah pantai di Rembang tercemar hingga air lautnya hitam, berbau busuk dan bisa menyebabkan gatal-gatal. Apa penyebabnya? Kepala Dusun Wates, Joko menceritakan beberapa upaya sudah dilakukan aparat desa, warga untuk meminta pertanggungjawaban pihak yang diduga menjadi penyebab pencemaran ini.
Joko bersama perwakilan warga lainnya telah dipertemukan dengan pihak perusahaan pengelola ikan yang diduga menjadi dalang pencemaran itu pada awal tahun ini. Namun dalam mediasi di kantor DPRD Rembang itu, kata Joko, dia tidak mempertemukan secara langsung dengan pimpinan ataupun pemilik perusahaan.
“Ya kan percuma kalau yang datang karyawannya. Ketika kita ajak diskusi, mereka cuma bilang ya nanti kita laporkan kepada atasan. Ujungnya tidak ada solusi dalam mediasi itu,” terangnya.
Selepas mediasi tersebut, Joko mengaku mendapatkan janji dari jajaran DPRD akan menggelar mediasi ulang dengan mengharuskan sang pemilik perusahaan datang secara langsung tanpa diwakilkan.
Pantai yang terletak di Dusun Wates, Desa Tasikharjo Kecamatan Kaliori ini sebenarnya memiliki panorama yang indah. Terkenal dengan pasir putihnya yang cantik, banyak pengunjung yang datang untuk berwisata di pantai ini.
Namun, 3 tahun belakangan air lautnya tak lagi bisa dinikmati. Bukan biru laut yang indah, tapi air lautnya hitam pekat, berlumpur, bau busuk, bahkan menyebabkan gatal-gatal.
Kepala Desa Tasikharjo Kecamatan Kaliori, Sutono membenarkan kondisi air pantai yang telah tercemar diduga akibat limbah tersebut. Ia pun telah meminta kepada pengelola pantai agar menghimbau kepada pengunjung agar tidak bermain air di lokasi Pantai Wates.
Tak hanya air laut, anak sungai di sekitar desa tersebut juga mengalami hal yang sama. Salah satunya yakni aliran sungai yang menjadi pembatas antara Desa Purworejo dengan Desa Tasikharjo Kecamatan Kaliori.
“Kalau di mana-mana aliran sungai yang mencemari laut, tapi ini kebalikannya, karena sungai di sini sebelumnya dimanfaatkan untuk aliran air laut guna pengairan tambak warga,” jelas seorang warga, Darno.
Meski demikian, warga dengan terpaksa tetap memanfaatkan air dari aliran sungai untuk kebutuhan tambak. Warga menyiasatinya dengan mengendapkan air terlebih dahulu di penampungan agar kotoran bisa terpisah dari air.
Kondisi paling parah terjadi saat awal musim timuran. Sebab air laut yang surut membuat lumpur justru kian menggumpal dan membuat kotor sekitar pantai. Bahkan, ketinggian lumpur di pantai bisa mencapai 50 cm.