BOGOR DAILY- Gunung Kapur Ciampea belakangan mulai ramai dikunjungi wisatawan. Tempat ini bukan cuma menyuguhkan panorama memukau bagi pecinta alam, tetapi juga menyimpan sejarah peradaban manusia. Bahkan, jejak Kerajaan Tarumanegara juga ditemui di kawasan Gunung Kapur yang terbentuk dari lautan dangkal. Beberapa arca masih ditemui di gunung ini, termasuk gua-gua yang diduga jadi persembunyian para raja tempo dulu.
DI puncak Gunung Kapur, punggungan hingga kaki terhampar benda-benda bernilai sejarah sebagai warisan peradaban purba Sunda. Salah satunya warisan Kerajaan Tarumanegara abad ke-5 Masehi. Ini ditandai penemuan arca peninggalan Prabu Purnawarman yang tersebar di Gunung Kapur pada 1971.
Tokoh masyarakat setempat, Abdul Rojak (59), menceritakan bahwa Gunung Kapur merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Purnawarman dan sering disebut Gunung Panenjoan, yakni tempat melihat suatu wilayah. Konon, tempat itu dijadikan bukit pengintai yang bisa melihat keadaan di wilayah sekeliling.
Sejak 1978, warga sekitar banyak menemukan arca dan prasasti Kerajaan Purnawarman. Arca yang dibuat itu dikenal dengan patung 5, 4, 3, 2 dan 1. Konon bentuk patung yang dibuat merupakan wujud peringatan atau pesan bahwa di tempat tersebut pernah ditempati atau dihuni kelompok masyarakat Pajajaran.
Adapun yang dapat diketahui dari patung-patung batu atau arca tersebut antara lain memiliki nama sebagai identitasnya. Sangiyang Cupu Manik, Sangiyang Dewa Braja, Sangiyang Mustika Dewa Domas dan Sangiyang Agung Dewa Suci. “Kalau cerita orang dulu, arca itu adalah keturunan dari Srinuhun Dar Niskala Watu Sri Baduga Maha Raja Mulawarman Siliwangi,” bebernya.
Tak hanya arca, ada pula batu hitam sebesar rumah dan karang gantung. Namun pada 1979, batu itu akhirnya dihancurkan. Sedangkan karang gantung berukuran 20 meter banyak digunakan untuk berteduh ketika hujan. Menurut cerita orang tua dulu, itu merupakan batas wilayah Bogor. Bahkan salah satu ciri khas Gunung Kapur Ciamepa yakni ditemukannya karang bintang mirip benda-benda di dasar laut. “Informasinya aliran dari Gunung Kapur sampai ke Kebun Raya Bogor dan lokasi tempat istirahatnya para raja zaman dulu,” bebernya.
Ketua Baraya Kujang Pajajaran (BKP) Kabupaten Bogor Ahmad Fatir membenarkan adanya bekas peradaban manusia yang tersimpan di Gunung Kapur Ciampea. Peninggalan ini diperkuat dengan jarak gunung itu dengan Situ Prasasti Kaki Gajah Raja Besar Tarumanegara, Prabu Purnawarman di Muara Sungai Cianten, Cibungbulang, yang hanya 1 km saja. “Di sana ada puluhan arca. Sayang arca itu tidak terawat,” kata Ahmad.
Bahkan, anggota Batalion-14 Kopassus RA Fadilla Grup 2 Batalion 14 Kemang Kopka Darmawan juga pernah menemukan sebuah situs tua ‘Batu Nangtung’ (batu berdiri, red) di atas Gunung Kapur Cibodas.
Diduga arca itu memang ada hubungannya dengan kerajaan tertua di Indonesia. Menurut data dari beberapa komunitas yang pernah meneliti, terdapat lebih dari 20 arca yang tersebar di area gunung tersebut. Namun, arca itu sebagian sudah rusak, sebagian hilang dan sebagian dibawa ke Museum Pasir Angin.
Tak cuma kaya sejarah, menurut Darmawan, area Karst tersebut menyimpan potensi alam yang berdampak pada kehidupan warga. “Gunung ini kurang lebih dikelilingi 22 gua yang memiliki sumber air bawah tanah. Beberapa sudah dinamai tapi ada juga yang belum. Mungkin dulunya jadi tempat persemedian raja-raja, tapi sekarang gua-gua ini betul-betul jadi warisan yang perlu dijaga dna dirawat,” beber Darmawan.
Warga sekitar yang sering masuk gua, Edi Junaedi (55), mengakui soal berlimpahnya sumber mata air di Gunung Kapur Ciampea. Salah satunya Gua Sipeso dan Siwulung. Dua gua itu tak hanya jadi sarang walet tapi jadi sumber mata air bagi kehidupan warga Ciampea. “Walaupun musim kemarau, mata air dari Gunung Ciampea tidak pernah kering,” ujar Edi.
Sementara berdasarkan hasil penelitian mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB), Citra Nurwani, dengan judul Penelitian Geologi Daerah Ciampea disebutkan bahwa Gunung Kapur Ciampea secara keilmuannya terbentuk dari proses sedimentasi laut dangkal.
Tak heran jika di kawasan Gunung Kapur dirinya juga banyak menemukan fosil biota laut, seperti kerang-kerangan. “Ya memang Gunung Kapur itu merupakan dasar laut. Proses ini terbentuknya bisa 23 juta tahun lalu,” sebut Citra.
Sedangkan soal keberadaan 22 gua yang mengelilingi Gunung Kapur, Citra menjelaskan bahwa hal itu terjadi karena adanya proses pelarutan batu gampir akibat terkena hujan. Kondisi ini terjadi dalam jangka waktu berkepanjangan.
“Dalam istilah geologi itu dinamakan karstifikasi. Ibarat es batu, kalau disiram air terus akan bolong. Cuma bedanya dalam batu kapur butuh waktu jutaan tahun sehingga banyak gua-gua di sana,” urainya.