Friday, 22 November 2024
HomeKota BogorQuo Vadis Advokat Indonesia

Quo Vadis Advokat Indonesia

Oleh:  Sugeng Teguh Santoso

(Sekjen DPB Peradi)

Ramai kasus Setya Novanto (Setnov) rupanya berimbas pada komunitas advokat. Kemunculan Fredrich Yunadi (FY) yang ditunjuk Setnov sebagai advokatnya menjadi fenomenal. Hingga kalangan advokat yang dikenal sebagai profesi terhormat Nobile Officium juga ikut memperdebatkannya.

Sosok FY sebagai advokat yang maju tak gentar membela yang bayar dianggap mempermalukan dirinya sendiri bahkan komunitas advokat.  Sampai-sampai masyarakat awam hingga sekelas Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla lewat juru bicaranya ikut mengomentari sosok FY. Begitu juga dengan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang turut mempertanyakan kapasitas advokat Setnov.

Sejumlah pernyataan FY dinilai tidak pas dengan seabreg gelar akademisi yang dimilikinya. Pertama, terkait Izin Presiden untuk pemeriksaan Setnov sebagai anggota DPR. Kedua, soal rencananya untuk mengadukan KPK ke Pengadilan HAM Internasional. Dan terakhir, mengenai imunitas anggota DPR juga diartikulasikan secara berlebihan dan berpotensi keliru, walau bisa debatable.

Sebagai salah satu unsur pendiri Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang ikut dalam pembicaraan RUU Advokat tahun 2002 sekaligus terlibat dalam menyusun kode etik advokat saya merasa perlu membuat tulisan ini yang mungkin adalah otokritik pada komunitas advokat.

Advokat adalah Profesi

Advokat adalah profesi. Profesi itu berbeda dengan pekerjaan lainnya. ansich. Dalam profesi setidaknya tercakup 5 faktor yang harus dipenuhi:

1. Pekerjaan ini didasarkan pada keilmuan . Uu Advokat pasal 2 dan pasal 3 ayat 1 huruf e mensyaratkan standar keilmuan tersebut. Minimal, strata 1 berlatar belakang hukum.

2. Independent. Atinya, menolak dan bebas dari ancaman, rasa takut serta intervensi yang dapat menghalangi dan menghambat menjalankan profesi. Pasal 5 jo pasal 14 Uu Advokat.

3. Altruistik. Profesi menuntut setiap penyandangnya untuk mengabdi pada nilai nilai kemanusiaan. Advokat dituntut juga melakukan ini yang secara spesifik advokat dituntut menegakkan kebenaran dan keadilan. Bukan semata mata mencari materi dalam pembelaan kliennya. Seperti yang tertuang dalam pasal 22 Uu Advokat, Kode Etik Advokat pasal 2 , pasal 3 dan 4 mewajibkan ini.

4. Kode Etik. Terdapat kode etik sebagai pedoman moral yang dikodifikasi menjadi “hukum” utama bagi advokat. Kode etik ini berfungsi dua arah, yakni internal dan ekternal. Internal sebagai instrumen untuk memberikan perlindungan advokat sekaligus menjaga komunitas profesi dalam mempertahankan predikat nobile officiumnya. Sedangkan, ekternal adalah berfungsi melindungi masyarakat dari potensi penyalahgunaan wewenang dan kepercayan klien.

Kode etik advokat Indonesia. Kode etik yang disusun 7 organisasi advokat pada 23 Mei 2002 adalah salah satu prasyarat yang diminta oleh Komisi 2 DPR RI. Tujuannya, agar RUU Advokat saat itu bisa disahkan menjadi UU NO. 18 tahun 2003 tengang Advokat. Sesungguhnya Komisi 2 DPR meminta agar 7 organisasi advokat meleburkan diri menjadi satu. Tetapi, keinginan ini sangat sulit karena berarti 7 membubarkan diri dan bergabung menjadi satu jadi yang disepakati adalah kode etik tunggal yang disahkan oleh Ikadin, AAI, IPHI, SPI, HAPI, HKHPM dan AKHI. Pasal 34 Uu Advokat.

5. Dewan Kehormatan. Profesi harus memiliki dewan kohormatan yang bertugas dan berwenang memeriksa dan mengadili serta memutuskan dugaan pelanggaran kode etik oleh advokat . Pasal 26 dan 27 uu advokat . Dewan kehormatan advokat adalah lembaga yang dibentuk oleh organisasi advokat yang sifatnya otonom. Dewan Kehormatan bahkan bisa memeriksa Ketua Organisasi Advokat dan bila terbukti bersalah melanggar kode etik bisa diberi sanksi.

Ahli dan Etis

Penyadang profesi berhak disebut profesional apabila ia dalam menjalankan tugasnya bertindak Ahli dan Etis. Ahli bermakna ia memiliki keilmuan mumpuni dalam tugasnya. Keilmuan mumpuni ini secara umum dimulai dengan syarat memiliki Strata 1 berlatar belakang hukum, dan selanjutnya dapat menimba ilmu lebih lanjut dalam bidang akademis hingga strata Doktor ( S3) dan juga dalam bidang kekhususan. Seperti, pasar modal, merk, pailit, TPPU, perjanjian internasional, kontruksi, pidana dll yangg disebut dengan Pendidikan Advokat berkelanjutan (continuing legal education ) .

Dalam kode etik advokat, keahlian adalah salah satu syarat advokat untuk dapat menerima atau menolak menangani perkara. Kalau tidak ahli, advokat dapat menolak menangani perkara. Hal ini sejajar dengan penolakan berdasarkan hati nurani.

Dalam kasus nyata advokat maka ia disebut ahli bila ia dalam menangani kasus litigasi , ia memahani secara tepat hukum acara (prosedur) dan hukum materilnya. Dengan pemahaman yang kuat tentang perkaranya, maka seorang advokat akan bertindak cermat termasuk dalam membuat pernyataan di depan publik. Bukan asal bicara tetapi isinya kosong.

Rupanya inilah yang terjadi pada advokat FY pembela Setnov. Ia bisa dinilai tidak mengusasi dengan tepat aspek aspek hukum perkara kliennya sehingga tidak bertindak cermat ketika melontarkan pernyataan. Ketika seorang sudah mengangkat sumpah sebagai advokat dihadapan sidang Pengadilan Tinggi, maka secara post factum ia sudah dinilai ahli dalam bidangnya.

Dalam konteks FY maka ia dinyatakan menguasai aspek UU MD3 pasal 245 secara keseluruhan pasal tersebut yang terdiri dari 3 ayat. Pasal 245 ayat 3 tegas menyatakan ijin sebagaimana pasal ayat 1 tidak diperlukan bila ditersangkakan tindak pidana khusus cq. Kasus korupsi adalah tindak pidana khusus menurut doktrin ilmu hukum
Advokat juga harus dapat memetakan forum yang dapat ditempuh dalam upaya pembelaan klien.

Forum praperadilan, melaporkan penyalah gunaan wewenang pejabat umum ke polisi dan menyerang pihak yang dianggap mengganggu kehormatan klien sah dilakukan jika memiliki dasar aturan dan fakta. Persoalan akan mendapat kritik dari masyarakat itu menjadi risiko profesi.

Akan tetapi, menjadi keliru jika kasus yang ditangani dilaporkan ke pengadilan HAM Internasional. Sebab, Internasional Criminal Court ( ICC ) adalah forum mahkamah internasional untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang diduga dilakukan aparatur pemerintah negara untuk jenis pelangaran kejahatan kemanusiaan, genosida, kejahatan perang dan agresi militer.
Peradilan ini pernah mengadili mantan presiden serbia radovan karadzic, kejahatan genosida di rwanda dll.

Hukum nasional Indonesia mengenal Pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam Uu no 26 tahun 2000 yang mengadili kejahatan HAM berat dalam dua kategori yaitu kejahatan atas kemanusiaan dan genosida.

Pertanyaannya kemudian, bila bersikukuh mengadukannya ke Pengadilan HAM Internasional, tindak kejahatan mana yang akan ditempuh advokat Setnov ? Karena sekalipun langkah yang dilakukan lembaga antirasuah dianggap keliru, maka hal itu tidak termasuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Belum lagi soal debat imunitas advokat. Inilah yang harus dipahami oleh advokat untuk bertindak cermat dalam keilmuannya.

Sikap etis juga penting ditampilkan agar masyarakat tidak antipati pada advokat. Tuntutan sikap etis bertujuan untuk tetap menjaga komunitas advokat dipercaya dan dihargai oleh masyarakat. Begitu juga dengan tindakan FY melaporkan pembuat meme kliennya ke pihak kepolisian. Mungkin saja ada dasarnya, tapi yang harus disadari bahwa meme tersebut bagian dari respon masyarakat atas Setnov yang menjadi pejabat publik.

Sebagai pejabat publik, Setnov adalah milik publik yang berada dalam sangkar kaca. Sehingga, dalam negara demokrasi kritik bahkan sumpah serapah warga pada pejabat publik perlu diterima dengan lapang dada. Apalagi Setnov selama ini terkenal ‘sakti’ karena lolos dari masalah hukum. Meme adalah ekspresi masyarakat yang harus dibaca dalam wilayah komunikasi publik, macetnya jalan keadilan menyentuh Setnov, sehingga meme adalah katarsisnya.

Dalam konteks tersebut, menyerang warga dengan laporan polisi akan merugikan diri sendiri dan profesi advokat. Karena yang terbentuk justru rasa antipati dan kontraproduktif bagi advokat. Warga akan tidak suka pada advokat FY, dan ini pula bisa berimbas pada komunitas advokat yang akhirnya sama-sama dianggap musuh masyarakat.
Sikap luhur dan mulia perlu dikedepankan, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 2 kode etik advokat mengenai bersikap luhur dan mulia.

Soliditas Advokat

Pada sisi lain pelaporan oleh sejumlah advokat pada kpk agar advokat FY diperiksa dengan pasal 21 Uu Tipikor merintangi penyidikan perlu diberikan catatan khusus. Keberatan atas tindakan seorang advokat harus dilaporkan pada dewan kehormatan, tidak untuk disiarkan ke media massa atau cara-cara lain. Termasuk melaporkannya ke polisi atau KPK.

Mekanisme dewan kehormatan sangat penting ditempuh sebagai upaya menjaga komunitas advokat untuk saling menghormati sejawat profesi. Pelaporan advokat yang sedang menjalankan tugasnya yang dinilai melanggar kode etik atau hukum kepada instansi di luar dewan kehormatan akan menciderai prinsip independensi organisasi advokat dan prinsip self regulation organisasi advokat. Pelaporan tersebut akan berimbas melemahnya soliditas komunitas advokat .

Praktek sebagaimana advokat FY saat ini sering dijumpai . Fenomena ini muncul salah satunya dari imbas perpecahan organisasi advokat. Advokat diproduksi massal oleh berbagai organisasi advokat dengan proses dibawah standar profesi.

Prosea rekrutmen yang asal asalan, kolusi dalam penerbitan ijin praktek dll adalah potret rekrutmen advokat saat ini. Advokat diproduksi massal menjadikan organisasi advokat bagaikan organisasi massa bukan lagi sebagai organisasi profesi yang padat keahlian.

Akibat dari produm massal di bawah standar ini, masyarakat dibanjiri oleh advokat yang tidak profesional, tidak ahli dan berperilaku tidak etis yang berujung pada ketidak percayaan masyarakat atas layanan advokat .

Saatnya para pimpinan organisasi advokat introspeksi diri agar profesi advokat tidak dianggap kacangan dan organisasinya menjadi ormas.

STS, Kampung Cipanggulan,Bogor
19 November 2017