Tuesday, 7 May 2024
HomeKota BogorIni 6 Trayek Angkot Bogor yang Tarifnya Rp7.000

Ini 6 Trayek Angkot Bogor yang Tarifnya Rp7.000

BOGOR DAILY- Pemberlakuan program ang­kot masuk kampung yang dilaku­kan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor sejak Rabu (27/12) menuai berbagai reaksi. Tak hanya protes warga pengguna angkot, para sopir pun mengaku kebingungan dengan adanya perpanjangan trayek mau­pun perubahan tarif. Sedikitnya ada enam rute panjang yang harus ditempuh dengan ongkos Rp7.000

DALAM selebaran penye­suaian tarif angkot yang di­sebarkan Dinas Perhubung­an (Dishub) Kota Bogor, tarif Rp7.000 berlaku untuk per­jalanan Ciawi-Bubulak atau sebaliknya, Ciparigi-Terminal Merdeka atau sebaliknya, Cipinang Gading-Perumahan Yasmin atau sebaliknya, Ci­awi-Ciparigi atau sebaliknya, Terminal Bubulak-Ciparigi atau sebaliknya dan Ciawi-Terminal Bubulak via Lawang­gintung/Suryakencana atau sebaliknya.

Beberapa sopir angkot ke­bingungan dengan rerouting atau perubahan trayek yang baru diujicoba dua hari ini. Seorang sopir angkot trayek Transpakuan Koridor (TPK) 2 Jurusan Bubulak-Ba­ranangsiang-Ciawi, Arman (23), merasa kewalahan me­nyesuaikan dengan trayek baru. Arman mengaku sem­pat kelupaan dan tidak me­lanjutkan kendaraan ke Ci­awi. Sebab, angkot yang bi­asa ia bawa hanya sampai hingga Terminal Baranangsi­ang, sebagai pos terakhir jurusan angkotnya. “Tadi sempat lupa, untung diing­atkan,” katanya.

Sopir yang sebelumnya membawa angkot 03 Bubulak-Baranangsiang ini merasa kurangnya sosialisasi Pemerin­tah Kota (Pemkot) Bogor. Menurutnya, banyak sopir lain yang belum terbiasa dengan jalur baru tersebut. “Kurang banget, banyak sopir lupa. Harusnya lebih gencar lagi, rambu jalan kek. Seha­rusnya ada selebaran yang berfungsi sebagai pengingat sopir yang dibuat Dinas Per­hubungan (Dishub) Kota Bogor,” ketusnya.

Terpisah, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor Mochammad Ishak mengatakan, Pemkot Bogor seharusnya lebih gen­car. “Jika begini, seperti dip­aksakan, karena persiapannya belum matang. Harusnya di setiap tikum (titik kumpul, red) ada spanduk pemberi­tahuan. Misalnya, di Suka­sari, Bubulak, Baranangsiang, dan Ciawi di sediakan papan jurusan. Nah ini kan belum ada, wajar sopir kebingung­an,” katanya.

Meski begitu, sambung Ishak, pihaknya mendorong kebi­jakan rerouting karena sejak 1984 belum ada perubahan trayek. Yang ada hanya penam­bahan trayek karena perlua­san wilayah. “Rerouting me­mang perlu, karena sopir mah nerima-nerima aja sebenar­nya, asal persiapannya ma­tang. Ini kan kebijakan lama, kalau makin lama juga ini nggak bagus, karena makin digantung, harga jual angkot kan nantinya murah,” ucap­nya.

Soal tarif, kata Ishak, Or­ganda belum memikirkan hal tersebut. Pihaknya lebih men­ekankan soal kesiapan kebi­jakan rerouting, sebagai awal dari kebijakan konversi ang­kot ke bus sedang dan trayek feeder. Hingga kini, baru TPK utama yang berjalan, sedang­kan trayek feeder belum.

“Tarif kan kami lihat dulu di pasar seperti apa, mekanisme tarif kan sesuai SK wali kota. Mereka yang tidak masuk TPK utama, artinya di jalur feeder, untuk sementara masih di trayek lama, sembari melihat evaluasi ini.” ujarnya.

Di bagian lain, Wali Kota Bogor Bima Arya menegaskan sosialisasi rerouting ini harus kuat dan masif, karena uji coba perubahan trayek akan membingungkan sopir dan penumpang juga. “Ya pasti kebingungan lah, makanya sosialisasinya jangan berhenti, harus kuat. Ada juga beberapa laporan di barat terjadi overlap, makanya itu yang harus dievaluasi, dilihat nanti, namanya juga uji coba. Dua atau tiga bulan lah kita lihat,” ucapnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor Ade Sarip Hidayat menerangkan, belum ada laporan soal keluhan dari sopir ataupun penumpang. Tarif yang ada sekarang masih dikaji lagi nantinya, sampai ada evaluasi. “Rp7 ribu itu kan tarif paling jauh, karena berdasarkan jarak tempuh. Semua sama, baik di TPK 2, 3, ataupun 4. Yang utama dari rerouting ini kan mengaktifkan dulu trayeknya, baru setelah itu konversi ke bus sedang, yang nantinya mengisi trayek-trayek yang sudah jalan duluan. Tahun depan dijamin sudah bisa konversi ke bus sedang lah,” tandasnya.

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menuturkan, Pemkot Bogor seharusnya tidak hanya melakukan rerouting , tetapi juga manajemen pengelolaannya diperbaiki. “Misalnya, terapkan sistem gaji bulanan, bukan setoran. Penyelesaiannya harus menyeluruh, susah kalau parsial. Rerouting angkot ini bisa jadi malah bisa jadi masalah baru, karena akar masalahnya tidak disentuh,” katanya.