Bogor Daily – Banyak ibu rumah tangga yang bangga dengan anaknya yang tampak gemuk. Padahal bisa jadi anak tersebut sebetulnya mengalami obesitas akibat gizi lebih. Sebaliknya banyak juga para ibu yang cemas, melihat anaknya kurus dan tinggi badannya tidak bertambah dalam waktu yang cukup lama. Wajar mereka cemas, karena anak-anak yang kurus atau tinggi badannya lambat bertambah, bisa jadi sebetulnya mengalami kekurangan gizi.

Stunting adalah istilah untuk menunjukan kondisi pertumbuhan badan anak yang pendek. Jika badan anak lebih pendek dari dari teman-teman seusianya dan tinggi badannya tidak bertambah maka hal itu perlu diwaspadai. Ada kemungkinan anak itu memiliki masalah dengan pemenuhan gizi. Seorang ahli gizi mengingatkan, stunting merupakan indikator yang menunjukan proses kekurangan gizi yang terjadi dalam jangka waktu lama.
Apabila kekurangan gizi terjadi dalam waktu yang singkat, tanda yang muncul pertama, biasanya berat badan anak akan turun. Jika kekurangan gizi tersebut tidak segera diatasi, stunting kemungkinan besar akan terjadi. Anak yang mengalami stunting biasanya akan mengalami gangguan pertumbuhan lainnya. Termasuk pertumbuhan otak anak, sehingga kemampuan kognitif anak akan lemah.
Pertumbuhan tinggi badan anak bisa dilihat dengan melihat kurva pertumbuhan sejak anak lahir. Disitulah maka pertumbuhan badan anak penting dipantau melalui kegiatan penimbangan anak seperti yang berlangsung di berbagai Posyandu. Bukan hanya berat badan anak yang perlu diukur, melainkan juga tinggi anak perlu diukur untuk memantau pertumbuhan tinggi badannya.

Menurut Kepala Seksi Pembinaan dan Pelayanan Gizi, Dinas Kesehatan Kota Bogor, Ida Jubaedah SKM,Msi, terdapat fenomena ketidak seimbangan asupan gizi pada anak-anak. Hal itu dapat dilihat dari kebiasaan anak-anak pada saat makan di rumah, di sekolah serta pada kebiasaan mereka jajan. “Tampaknya mereka kurang sekali mengkonsumsi buah dan sayur,” katanya. Padahal sayuran dan buah merupakan makanan yang perlu dikonsumsi anak-anak supaya asupan gizi mereka menjadi seimbang.
Ida mengingatkan para ibu untuk membiasakan anak-anaknya memperbanyak konsumsi buah dan sayuran. “Usahakan setiap kali mereka makan selalu ada sayuran dan buah,” katanya. Memang hal ini tampaknya sudah menjadi keluhan banyak ibu, karena anak-anak relatif lebih susah mengkonsumsi sayuran pada saat makan. Itulah sebabnya pembiasaan anak mengkonsumsi sayuran dan buah perlu digerakan oleh banyak pihak.

Namun hal itu tentu belum cukup. Perlu ada dukungan dari semua pihak untuk memberi pemahaman serta menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya asupan gizi yang seimbang. Termasuk dalam hal itu adalah mendorong anak untuk mau dan membiasakan diri mengkonsumsi sayuran dan buah dalam rangka menyeimbangkan asupan gizi mereka.
Untuk itu diharapkan adanya dukungan dari para guru di sekolah. Hal ini perlu dilakukan karena sebagian waktu anak sehari-hari berada di sekolah. Tidak cukup sampai disitu. Diharapkan soal asupan gizi seimbang ini bisa mendapatkan perhatian lebih dari instansi yang mengelola pendidikan. Bahkan jika memungkinkan, upaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman gizi pada anak-anak bisa menjadi kurikulum pendidikan.
Dalam kaitan melibatkan peran para guru dalam edukasi keseimbangan asupan gizi, Dinas Kesehatan Kota Bogor telah melakukan pelatihan bagi para guru. Mereka dilatih untuk lebih memahami pentingnya asupan gizi yang seimbang dan tentang gizi pada umumnya. Pengetahuan itu penting agar para guru bisa ikut mengontrol asupan gizi pada anak ketika mereka berada di lingkungan sekolah. Baik asupan gizi dari bekal yang dibawa anak dari rumah maupun makanan yang mereka konsumsi dari jajanan yang dijual di lingkungan sekolah.

Lebih lanjut soal keseimbangan asupan gizi, ini perlu menjadi perhatian dan kesadaran semua pihak. Disitulah pentingnya gerakan masyarakat (germas) untuk bersama-sama menyelamatkan masa depan anak-anak dan para remaja. Usahakan supaya mereka bisa memperoleh asupan gizi yang seimbang, di samping mereka aktif berolahraga.
(Advertorial)

