Thursday, 25 April 2024
HomeKabupaten BogorPasca Longsor, Pembongkaran Vila Liar di Puncak Menguat

Pasca Longsor, Pembongkaran Vila Liar di Puncak Menguat

BOGOR DAILY – Pasca longsor, kawasan kembali jadi sorotan. Termasuk keberadaan vila-vila liar yang dianggap turut memicu pergerakan tanah di kawasan tersebut. Ini menyusul data yang dikeluarkan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang 22 titik longsor di kawasan .

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat (Jabar) Dadan Ramdan Hardja menilai penyebab utama longsor di kawasan Bogor bukanlah hujan. Pendirian bangunan komersil ilegal menjadi penyebab utamanya.

“Penambahan bangunan, selain mengurangi resapan air juga memengaruhi struktur tanah yang rawan longsor. Kalau hujan itu bukan faktor utama longsor,” katanya.

Berdasarkan peta geologi, lanjut Dadan, kawasan memang rentan tanah longsor. Kondisi itu diperparah dengan pembangunan properti-properti komersil seperti vila, hotel atau rumah makan yang bertambah setiap tahun.

Walhi, lanjutnya, pernah melakukan penelitian pada 2016 terkait bangunan liar di kawasan . Bahwa, terdapat 340 bangunan komersil di kawasan . Sebanyak 40 persen di antaranya merupakanan bangunan liar yang tidak memiliki izin.

Dadan menyesalkan terhentinya program penertiban dan penyegalan bangunan liar di kawasan oleh pihak Satpol PP Bogor sejak 2015.

“Harusnya jangan berhenti. Kami dorong ke pihak pemerintah kota harus ada audit bangunan dan lingkungan, terutama terhadap sarana komersil. Ini momentum untuk menertibkan lagi vila liar,” cetusnya.

Diketahui, empat titik di kawasan , Kecamatan Cisarua, Bogor, mengalami longsor, pada Senin (5/2). Yakni, Panimbangan Kecil, Desa Tugu Selatan; daerah sekitar Masjid Atta Awun, Desa Tugu Selatan; di Villa Pengayoman, Desa Cibeureum; dan di Kampung Babakan, Desa Cibeureum.

Selain Walhi, Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar (Demiz) yang meninjau lokasi longsor pada Kamis (8/2) juga menyinggung bangunan tak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang berdiri di kawasan .

Demiz juga menegaskan perlunya penegakan aturan untuk tidak membangun, apalagi mendirikan sebuah permukiman di kawasan rawan bencana.

“Masyarakat jangan sembarangan bangun rumah di daerah rawan seperti di Bogor ini. Pemerintah terkait juga jangan memermudah IMB-nya,” ucap Demiz.

Menurutnya, aturan pun perlu diberlakukan tanpa pandang bulu. Sebab, bangunan yang dibangun di kawasan seperti itu juga mengurangi daya konservasi sebuah kawasan yang harusnya mampu menjadi daerah resapan air.

“Bagi yang punya bangunan mewah tapi tak mengantongi IMB yang Sah, kalau bisa dibongkar sendiri. Dibongkar saja kalau akhirnya jadi penyebab banjir, longsor, apalagi bangunan liar yang tak punya IMB, itu dosa besar,” kata Demiz.

Desakan untuk pembongkaran vila liar di juga diperkuat dengan hasil analisis Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi (PVMBG).

Perekayasa Madya PVMBG Imam Santosa tak menampik bahwa faktor tata ruang turut memicu terjadinya longsor di kawasan Puncak. Menurutnya, longsor merupakan salah satu bencana yang banyak dipengaruhi ulah manusia selain faktor alam.

“Ya kita lihat di sini, hutan sudah mulai berkurang, banyak pemukiman, banyak vila itu juga faktor terjadi longsor. Longsor itu bencana yang penyebabnya juga karena manusia tidak hanya faktor alam,” paparnya.

Kemudian, beban jalan yang berat karena banyaknya kendaraan melintas setiap harinya membuat kontur tanah dan bebatuan di dalamnya mudah bergeser sehingga memicu terjadinya tanah longsor.

“Ketika kontur tanah yang sudah lapuk, lapisan bawah kedap air ditambah adanya beban berat kendaraan itu juga jadi pemicunya. Getaran kendaraan besar itu membuat tanah di sini mudah bergerak,” tandasnya

Untuk diketahui,  sejumlah titik yang ditinjau Demiz di antaranya kawasan Masjid At-Ta'awun Puncak Bogor, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua. Selain itu kondisi bencana di Kampung Maseng, RT 02/08, Desa Warungmenteng, Kecamatan Cijeruk, serta di sejumlah titik di kawasan Puncak Kabupaten Bogor.

Demiz menyebut dari 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor, 24 kecamatan termasuk rawan bencana. Sehingga, masyarakat diimbau waspada. Menutup kunjungannya, ia kembali menegaskan agar tak ada lagi bangunan yang berdiri di dataran tinggi. “Baiknya tidak nekat membangun permukiman di dataran tinggi atau tebingan rawan longsor,” pintanya.