BOGOR DAILY- Dari 17 pemilihan gubernur tahun 2018, PDIP kalah di 11 provinsi. Pasangan calon yang diusung PDIP hanya menang di enam provinsi yang menggelar Pilkada yaitu; Jawa Tengah, Bali, Maluku, dan Sulawesi Selatan, Maluku Utara dan Papua. Pengaruh Jokowi atau ‘Jokowi Effect’ pun dipertanyakan.
Sosok Jokowi dinilai tak berperan dalam memenangkan jagoan-jagoan PDIP. “Soal Jokowi ada pertanyaan kenapa enggak turun memenangkan pasangan di Jabar, Jateng dan Sumut. Ada apa? Kenapa enggak turun dari gelanggang kalau penting bagi dia. Kalau Jokowi effect masih berpengaruh harusnya turun,” kata Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago dalam diskusi “Utak-Atik Capres-Cawapres Pasca Pilkada Serentak 2018” di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (3/7).
Menurutnya, kemenangan parpol di Pilkada serentak dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya personal branding, jaringan organisasi akar rumput, logistik, dan efektivitas kerja mesin partai.
Walaupun beberapa parpol mengklaim memenangkan Pilkada, namun pasangan calon yang diusung sesungguhnya bukan kader partai. Hanya Ganjar Pranowo, kader inti parpol yang bertarung di Pilkada dan menang. Kemenangan kader inti ini efektif mendulang suara pada 2019.
“Kalau kader inti akan efektif tapi kalau bukan kader inti belum tentu efektif mengamankan suara,” ujarnya.
Terkait Pilpres, Pangi mengatakan masyarakat ingin lebih dari dua calon atau poros. Ini untuk menghindari gesekan yang semakin keras pada Pilpres nanti. Jika hanya ada dua pasangan calon, maka akan masyarakat berpotensi terbelah dan luka sosial semakin dalam.
Dia menganalogikan pasangan capres-cawapres seperti menu di restoran. Semakin beragam jenis makanan, maka semakin banyak pilihan. Dan ini akan meningkatkan partisipasi politik.
“Semakin banyak varian yang disajikan ke masyarakat, akan meningkatkan partisipasi politik,” ucapnya.
sumber: Merdeka.com