Friday, 26 April 2024
HomeBeritaSaksi Paslon yang Kalah Ramai-ramai Protes

Saksi Paslon yang Kalah Ramai-ramai Protes

BOGOR DAILY-Aksi protes mewarnai hasil rapat pleno terbuka rekapitulasi perhitungan suara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bogor yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bogor.

Protes dilakukan karena beberapa peserta rapat pleno menduga telah terjadi kecurangan. Dalam rapat pleno yang berlangsung sejak Kamis (5/7) hingga Jumat (6/7), KPU Kabupaten Bogor menetapkan pasangan nomor urut dua, Ade Yasin-Iwan Setiawan, menang dengan perolehan suara terbanyak sebesar 41,14 persen.

Pasangan yang diusung PPP, PKB dan Gerindra, ini unggul tipis dengan mengantongi 912.221 suara sah. Disusul nomor urut tiga yang diusung Golkar, Demokrat, Nasdem, PAN, PKS, PKPI dan Partai Berkarya, Ade Ruhandi-Ingrid Kansil dengan raihan 859.444 suara atau 38,74 persen.

Kemudian diikuti Fitri Putra Nugraha-Bayu Syahjohan (PDIP dan PKB) dengan perolehan 177.153 suara atau 7,98 persen. Lalu, pasangan dari jalur independen, Ade Wardhana Adinata-Asep Ruhiyat dengan 168.733 suara atau 7,60 persen. Terakhir, Gunawan Hasan-Ficky Rhoma Irama (jalur independen) meraih 100.745 suara atau 4,54 persen.

Hasil pleno itu rupanya mengundang reaksi dari sejumlah saksi pasangan calon () nomor urut tiga, empat, dan lima. Mereka melakukan walk out dan menolak menandatangani hasil rapat pleno tersebut.

Hal ini diungkapkan Asep Asary yang merupakan saksi dari nomor urut tiga, Ade Ruhandi-Ingrid Kansil. Ia menilai, penyelenggaraan Kabupaten Bogor telah gagal secara sistem.

Asep mengatakan, hal tersebut berawal dari temuan perubahan berita acara yang tak melewati mekanisme aturan pemilihan umum.

Menurutnya, semua mekanisme soal Pemilu sudah diatur ke dalam Undang-undang. Dirinya mencontohkan seperti yang terjadi di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Di lokasi itu, tertulis jumlah suara sebanyak 1.296.

“Dari temuan kami dan itu sudah diakui oleh KPU, ternyata ada perubahan DA1 (rekap kecamatan) yang dilakukan di 27 kecamatan,” ungkap Asep, Sabtu (7/7).

“Mereka merevisi hasil penghitungan suara di luar mekanisme pleno. Artinya, ada kejadian pengambilan keputusan di luar aturan pemilu. Bagi kami ini kejahatan pemilu,” sambung Asep.

Tidak hanya itu, Asep juga mengaku sudah mengantongi bukti adanya tindak politik uang (money politic) yang terjadi pada Kabupaten Bogor 2018.

“Kami dari tiga juga menemukan kejanggalan. Kami punya bukti soal dugaan money politic,” ucapnya.

Senada, saksi dari nomor urut empat, Budi, mengaku kecewa dengan keputusan dan ketidakjelasan aturan yang diberlakukan KPU Kabupaten Bogor. Bahkan dirinya menilai, semuanya terkesan sudah diatur oleh penyelenggara.

“Bayangkan saja, untuk Daftar Pemilihan Tambahan (DPTb) itu yang disepakati ada 13 kecamatan, tapi faktanya ada di 40 kecamatan. Dan mereka tidak bisa mempertanggungjawabkan itu semua,” ungkap dia.

Sementara itu, Ketua KPU Kabupaten Bogor, Haryanto Surbakti menjelaskan, segala bentuk penolakan dan ketidakpuasan terhadap hasil pleno, dapat ditempuh melalui gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Haryanto menyebut, penolakan oleh para tidak akan mempengaruhi hasil pleno. Pihaknya pun memberikan waktu sampai lima hari ke depan kepada para untuk mengajukan gugatan tersebut.

“Sesuai dalam ketentuan perundangan-undangan, bagi siapa pun pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil rapat pleno dapat mengajukan gugatannya ke Mahkamah Konstitusi,” sebutnya