BDN – Hampir seminggu, Sungai Ciliwung mengalami kekeringan dengan ketinggian air di Bendung Katulampa tak lebih dari 36 sentimeter. Bahkan, beberapa hari lalu sempat mencapai titik nol sentimeter. Kepala Pengawas Bendung Katulampa, Andi Sudirman, mengatakan, kekeringan di bendungan irigasi itu terjadi sejak awal bulan Juli, seiring dengan wilayah Bogor yang jarang diguyur hujan, sehingga debit air makin menyusut.
“Masih cenderung kosong. Sampai hari ini (kemarin, red), debit air yang mengalir itu 2.800 liter perdetik, dengan ketinggian 36 sentimeter. Beberapa hari ini mulai menyusut drastis tuh ketinggiannya, mulai pertengahan juli lah. Statusnya air mulai menyusut dan kondisi sungai kering,” kata Andi kepada Metropolitan, kemarin.
Andi menambahkan, jika hujan tidak kunjung turun di wilayah Bogor, dari hulu ataupun hilir, kemungkinan besar debit dan ketinggian air bakal makin menurun. Hal itu diyakini bakal berpengaruh terhadap aliran air untuk irigasi dan penggelontoran ke masyarakat. “Belum ada tanda-tanda hujan,” imbuhnya.
Pihaknya mencatat, dalam rentang 20 tahun terakhir, kekeringan Sungai Ciliwung di Bendung Katulampa yang paling parah terjadi pada tahun 1997. saat itu, debit air yang mengalir hanya sampai 1500 liter perdetik. “Jauh dibawah biasanya. Sekarang memang belum separah dulu, mudah-mudahan segera turun (hujan) lah. Jadi kekeringan tidak berkepanjangan dan berdampak pada masyarakat,” ucapnya.
Meski begitu, kekeringan dan debit air yang tidak banyak bisa dimanfaatkan untuk bebersih sungai dari sampah-sampah yang mengendap di dalam bebatuan sungai Ciliwung. Saat kering, sampah mudah terlihat dan mudah diangkat. “Sementara mumpung kering, kami bebersih di jalur yang kering, bersihkan sampah-sampah. Bersihkan jalur irigasi, bersihkan saluran. Jadi ketika mulai normal, aliran juga bagus,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor Budi Suhardi mengatakan, pihaknya mencatat selama 10 hari terakhir di bulan Juli ini belum turun hujan dalam intensitas yang signifikan. Ini menjadi alasan utama sungai-sungai di Bogor mengalami penyusutan debit air. Bahkan dari 10 hari itu, hujan hanya terjadi selama empat hari. Itupun dengan intensitas yang rendah. “Di bawah 10 milimeter,” katanya.
Bahkan, sambung dia, beberapa daerah di Kabupaten Bogor sudah mengalami kekeringan, seperti wilayah Kecamatan Cariu dan Tanjungsari. Jika melihat perkembangan dari peta yang ada, potensi kekeringan bakal berlanjut selama bulan Agustus. “Memang Bogor bukan wilayah kategori jelas pembagian cuacanya, karena bisa hujan saat kemarau, begitu juga sebaliknya. Melihat tren, hujan baru akan turun dengan intensitas sedang hingga tinggi itu di 10 hari terakhir bulan September,” ucapnya.