BOGORDAILY – Eks Dirut TVRI, Helmy Yahya, menjelaskan alasan menyiarkan Liga Inggris yang kemudian disebut tak sesuai jati diri bangsa ketimbang Liga Indonesia. Apa itu?
Dewan Pengawas (Dewas) TVRI memecat Helmy dari posisi Dirut LPP TVRI. Helmy disebut tidak memberikan penjelasan mengenai siaran berbiaya besar, misalnya acara pertandingan Liga Inggris.
Ketua Dewas TVRI, Arief Hidayat Thamrin, juga menyebut keputusan Helmy untuk menayangkan tayangan asing, di antaranya Liga Inggris dan Discovery Channel, bertentangan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) TVRI sebagai stasiun televisi publik. Dia mengartikan tayangan publik itu yang paling utama adalah edukasi, jati diri, media pemersatu bangsa.
Helmy pun menjelaskan alasan menayangkan Liga Inggris dan bukan Liga Indonesia dalam saat dengar pendapat umum dengan Komisi I, kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/1/2020).
“Jadi, saya ingin memberikan klarifikasi, ada orang yang bertanya kenapa tidak beli Liga Indonesia? Bapak-Ibu sekalian, Liga Indonesia harganya 4-5 kali lipat dari Liga Inggris,” kata Helmy.
TVRI memang menjadi satu-satunya televisi di Indonesia yang menyiarkan pertandingan-pertandingan Premier League pada musim 2019/2020. TVRI membeli siaran Liga Inggris dari pemilik hak siar di Indonesia, Mola TV.
Tapi, TVRI tidak menayangkan seluruh pertandingan, tapi hanya dua kali sepekan di hari Sabtu dan Minggu di jam-jam tertentu. Tapi, Helmy tidak merinci nilai hak siar Liga Inggris itu. Dikutip dari AP, harga hak siar Liga Inggris merupakan yang termahal dengan nilai total 9,2 miliar paun (Rp 164 triliun), atau 4,2 miliar paun (Rp 6,37 triliun) untuk internasional.
Menurut Helmy harga mahal untuk Liga Inggris itu wajar karena setiap stasiun televisi sudah semestinya memiliki tayangan unggulan untuk meraup penonton yang melimpah. Inilah yang meski dibayar mahal TVRI agar channel itu tetap ditonton masyarakat.
“Jadi ini perlu saya sampaikan, di dalam dunia televisi, setiap stasiun televisi memerlukan apa yang disebut dengan ‘killer content’, ‘monster program’, yang dibayar mahal hanya supaya orang singgah di stasiun tersebut,” Helmy menyebutkan.
“Liga Inggris bagi kami adalah ‘killer content’, sebuah showcase, sebuah etalase, orang melihatnya di situ dia masuk dan dia akan belanja program yang lain, sosialisasi kami, pendidikan kami, dan sebagainya,” dia menambahkan.(*/BDN)