Saturday, 18 May 2024
HomeKabupaten BogorPertanda Ghaib, Sehari Sebelum Banjir Dahsyat di Sukajaya. Ngaruwet Tujuh Gunung Sesaji...

Pertanda Ghaib, Sehari Sebelum Banjir Dahsyat di Sukajaya. Ngaruwet Tujuh Gunung Sesaji Berhamburan

BOGORDAILY – Pengamat Sosial dan Budayawan Ki Sumantri sudah merasakan tanda-tanda, sebelum terjadinya banjir akibat luapan Sungai Cidurian dan longsor yang menimpa warga , Cigudeg dan Jasinga.

Ki Sumantri mengatakan, sebelum terjadinya bencana itu dirinya bersama 60 warga Jasinga melakukan ‘Ngaruwat' (doa bersama) di Gunung Angsana, tempatnya di Makam Abah Buyit Kabir di Desa Setu, Kecamatan Jasinga.

“Tanggal 28 dan 29 saya Ngaruwat Gunung Angsana tempatnya di makam Abah Buyut Kabir, letaknya di bawah bukit gunung Angsana karena ke atas tidak dapat izin karena sudah di bangun PT,” ujarnya kepada Bogordaily.net, Jumat (3/1/2020).

Karena hal ini adalah bentuk rangkaian dirinya bersama warga Jasinga untuk melakukan ‘Ngaruwat' dari bagian tujuh Gunung, dan terlaksana di makam Abah Uyut Kabir yang ke lima.

“Ada tanda-tanda pas ‘ngaruwat' itu gunung, dan sesaji juga tiba-tiba tumpah ke mana-mana, dan disitu ada tokoh masyarakat juga yang ikut dilokasi, dan kurang lebih di situ ada 60 orang, melakukan doa di situ dan melakukan munajat, pas malam 29 itu, dan Alhamdulillah selesai,” katanya.

Dirinya juga berencana akan menanam pepohonan sebanyak 1000 pohon dilokasi tersebut, dan terhalang karena pas akan mengambil bibit tersebut ada pengecoran dilokasi pengambilan.

“Dua Minggu lagi rencana di tanam, tokoh masyarakat Mbah Uding dan Mbah Drajat sangat mendukung dengan adanya upacara, ngingetin kita semua, supaya kita itu tidak lupa dari alam, apalagi alamnya sudah di rusak,” ucapnya.

Kejadian atau peristiwa alam ini jangan menyalahkan siapa-siapa, menurutnya, yang utama adalah salahkan diri pribadi sendiri, karena manusia saat ini belum menyentuh proses alam dan buang sampah juga masih sembarangan.

“Dan tidak bisa mengandalkan dari hilir air, karena air mah dari atas ke bawah, dan jangan ada yang menyalahkan, intinya harus kompak, kerjasama bagaimana persoalan jika menghadapi musim hujan datang,” jelasnya.

Ia menuturkan, kapasitas air walaupun dibangun beberapa Bendungan tidak akan membendung air. Jalan satu-satunya adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) harus sesuai jarak 50 meter ke kiri dan ke kanan.

Coba lihat saja lanjut dia, apakah DAS sungai Ciliwung itu sesuai dengan jarak 50 meter ke kiri dan ke kanan. Bahkan, banyak perumaha yang mepet ke dekat aliran sungai.

Bahkan, pasos pasum dekat aliran sungai saat ini dibangun habis-habisan dipakai perumahan dan parkir. Dan sampah juga membuang dengan asal karena berpikirnya supaya praktis.

“Wayahna etamah (dalam bahasa Sunda.red), jangan menyalahkan siapa-siapa ini adalah pepeling jeung urang sadayana nu hirup di dunia,” jelasnya.

Dan dirinya menyarankan, pemerintah jangan hanya menunggu ketika sudah terjadi bencana seharusnya sebelum terjadinya bencana. Minimal sudah jauh hari mengintruksikan kepada masyarakat baik dari tingkat pusat maupun daerah. Dan tugas DAS sendiri harus segera dibenahi.

“Pas jiarah kemarin kita jam 10:00 malam sampai jam 12:00, ke tujuh gunung, dan kemarin baru ke lima, patilasan Eyang Tajimalela sama Tajinangsa, Eyang Tajimalela itu salah satu tokoh spiritual dan tokoh perjuangan Sunda, yang memang masih keturunan Pajajaran yang memperjuangkan kebenaran,” ucapnya.

Ia menjelaskan, mengenai Tata Saji kenapa harus dilaksanakan, supaya kondisi adanya bahan-bahan yang menjadi saji ini apakah masih lengkap atau tidak, karena sampai saat ini sudah mengurang.

“Telur ayam kampung juga sudah mulai langka, ketika sasaji atau babakti bersama ini dilaksanakan supaya gotong royong terbangun, dan perputaran ekonomi mikro, atau sirkulasi supaya terjaga, sekarang sudah tidak seimbang, dan sedikit-sedikit alam itu sudah menghilang akibat ukah manusia,” jelasnya lagi.

Tujuan dilaksanakannya ‘Ngaruwat' tujuh Gunung ini ada di Ramalan Karuhun Sunda, yaitu disebut ‘Lamun Kadenge Sora Anu Tutunggulan di Gunung Halimun, Disusul Ku Suwara Maung Ti Gunhng Halimun, Nah Didinya Bakal Kajadian Tujuh Gunung Bitu Dimana Bedahna Talaga'

“Didinya orang sunda bakal di calukan, yang punya konsep alam itu di sunda, gunung ulah di rugrug, pasir di saeur, selama ini tidak menggunakan prinsip jaman dulu, nyaah kana lingkungan, pepelakan, gunung di jaga, mata cai dijaga, gawir di pelakan, moal aman mun di acak-acak mah, prediksi kapan kiamat itu sudah terjadi bisa aja kiamat besar juga datang hari ini, gak ada yang bisa prediksi, tinggal manusia eta nu bisa ngajaga apa hayang panjang apa hayang pondok,” jelasnya. (Andi).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here