BOGORDAILY – Rencana Pemerintah Kabupaten Bogor membangun bandara yang akan menjadikan Landasan Udara (Lanud) Atang Sendjaja menjadi bandara komersil ditanggapi oleh Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna.
Saat dihubungi Bogordaily.net melalui telpon selulernya, ia mengatakan, harus dengan pengkajian yang matang baik dari segi bisnis maupun pasarnya. Artinya, jangan selalu berharap kepada jumlah penumpang dan memanfaatkan serta menggunakan gambaran ATS.
“ATS itu kan milik TNI AU jadi bagaimana membangun hubungan kerjasama. TNI AU juga kan bekerjasama dengan Abdurahman Saleh Malang, itu kan dia menjadi bandara internasional. Nah, kalau ATS itu untuk bandara khusus helikopter, untuk perpanjangan dan semuanya itu, bisa gak. Jadi harus ada kelayakan pembangunan bandara landasan ini atau dibiayai oleh anggaran siapa kementerian perhubungan atau apa,” katanya, Kamis (30/1/2020).
Apalagi, lanjut Yayat sapaan akrabnya, di Kabupaten Sukabumi juga rencananya akan dibangun bandara Cikembar. Dan hal itu sangat strategis jaraknya dari Jalan tol yang saat ini sedang dalam pembangunan juga.
“Kalau di Cikembar Sukabumi bisa di bilang ada potensi wisata di sana tapi jumlahnya bagaimana bersedia, mau seperti apa jadinya kalau di Bogor ini. Apakah bisa membangun pertumbuhan, maka harus ada kajian domain terbesar nya dari mana. Terus, potensi jaringan penerbangan nya dari mana. Dan yang paling terakhir mampu gak bayar tiket nya karena tiket itu kan menjadi khusus,” ungkapnya.
Dia mencontohkan beberapa bandara seperti Bandara Kualanamu Batam. Dan itu semua bandara yang dinilai mewah, dia juga mengkbawatirkan jika Bandara Bogor ini dibangun akan sama nasibnya dengan Bandara Kertajati dua.
“Kertajati kurang apa coba, yang jelas perencanaannya, dalam mengintegrasikan. Gini, kalau membangun bandaranya itu ok buat landas dan gedung bandara itu bisa selesai. Tapi siapa yang mau mengelola. Mau angkasa pura? Apa mau rugi? Mau di kelola oleh daerah?,” tanyanya.
Bukan apa-apa, lanjutnya lagi, mengelola dlitu butuh anggaran besar seperti, air navigasi. Terus untuk pengamanan bandara juga ada institusinya masing-masing. Jadi sebetulnya pada masalah pembangunan nya. Tetapi bagaimana pengembangan sisi bisnisnya, siapa yang mau investasi awal? Kementerian?.
“Kalau orang kan keinginan daerah bisa aja merencanakan. Tapi kan yang ingin bangun siapa, ada pembebasan tanah mau gak Pemkab membayar itu. Ini kan bandara sendiri landasan berapa pacu meter ini berapa isinya. Terus kedua implikasi adanya dari bandara internasional kabupaten atau kota Bogor harus siap menerima kebijakan KKOP (Kawasan keselamatan operasional Penerbangan)nya,” jelasnya.
Dirinya juga menyarankan, agar Pemkab Bogor belajar dari Banyuwangi yang memiliki bandara sendiri tanpa membebani pemerintah pusat.
“Banyuwangi cerdas dia dari bandara itu seperti jaman cina dia jadikan sekolah penerbangan. Terus kawasan Zona penerbangan di wilayah Bogor ini zona nya penerbangan militer atau Sipil. Itu harus di kaji juga. Kalau di Banyuwangi itu untuk mengundang investor atau yang lainnya tarifnya seserahan aja. Apa itu? Dia jaminkan ada pesanan gak rugi dah ruginya gimana,” jelasnya lagi.
Yayat juga menambahkan, mengenai jumlah penumpang penerbangan kurang dari 80 persen itu juga harus dipikirkan.
“Untuk mencukupi itu tadi. Itu dengan intervensi APBD bisa menutup kerugian dari maskapai, kalau di Bogor paling jauh ke mana? Paling ke penerbangan Ibukota baru itu boleh aja, Bogor – ibukota negara di Kalimantan ia kan,” tukasnya. (Andi).