Tiga buah sepeda motor menyalip taksi yang membawa saya sekeluarga dari bandara KL ke Melaka. 2 dari sebelah kiri , 1 dari sebelah kanan mobil.
Lalu saling susul menyusul dengan jarak yang rapat, bak balapan MotoGP. Tak sampai 1 menit, mereka sudah hilang dari jarak pandang.
Saya melirik ke kanan, melihat speedometer yang jarumnya menunjuk angka 100 km/ jam.
Wow, artinya kedua sepeda motor tadi mendekati atau melebihi batas kecepatan yang dibolehkan di dalam jalan tol, atau lebuh raya dalam bahasa Malaysia.
Ya benar sekali, kejadian itu saya alami di jalan tol. Pemerintah Malaysia memang membolehkan sepeda motor melintas di jalan tol, bahkan tidak dipungut bayaran.
Peraturan hanya membolehkan sepeda motor berada di jalur darurat , di ujung sebelah kiri. Tapi sepanjang 2 jam perjalanan, tidak terlihat polisi berpatroli.
Pelanggaran batas maksimal kecepatan hanya dipantau speed camera di beberapa titik.
Berbeda dengan perjalanan saya ke Penang beberapa tahun lalu. Waktu itu hanya sesekali motor besar yang berani melintas di lajur mobil.
“Semakin ke sini, genk genk motosikal itu semakin berani saja” , kata Pak Abdullah, supir taksi kami.
Bagaimana bila sampai terjadi kecelakaan?
“Kita pergi court, tapi motosikal selalu kalah, biarpun sampai mati dia,” lanjut pak Abdullah.
Sudah terjadi beberapa kali kecelakaan yang melibatkan sepeda motor, sampai merenggut nyawa. Salah satunya penyanyi lagu Suci dalam Debu, Saleem Iklim yang cukup terkenal di Indonesia era tahun 90 an.
Sudah waktunya, pemerintah diraja Malaysia meninjau ulang aturan yang membolehkan sepeda motor melaju di lebuh raya.
Ditulis Oleh: Johnny Pinot for Bogordail.net