Thursday, 17 April 2025
HomeBeritaPengangguran Indonesia Setara Penduduk Hong Kong dan Ujian Kartu Prakerja

Pengangguran Indonesia Setara Penduduk Hong Kong dan Ujian Kartu Prakerja

BOGORDAILY – Pengangguran menjadi salah satu masalah di Indonesia yang hingga kini belum terselesaikan. Bahkan, per Agustus 2019 lalu, angka pengangguran di Tanah Air naik 50.000 orang menjadi 7 juta pengangguran. Angka ini cukup besar atau setara dengan populasi penduduk di Hong Kong (data 2017).

Namun, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, pengangguran ini tidaklah seberapa. Secara persentase, angka pengangguran malah turun menjadi 5,28 persen dibanding Agustus 2018 sebesar 5,34 persen. Artinya pertumbuhan penduduk cukup tinggi.

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengakui tingginya pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun ke tahun membuat angka pengangguran semakin gemuk. Tercatat, hingga saat ini angka pengangguran masyarakat Indonesia mencapai sekitar 7 juta jiwa.

“Yang nganggur 7 juta lebih. 7 juta itu (setara) lebih dari satu negara itu,” kata Tito dalam Rakornas Investasi 2020, di Jakarta, Kamis (20/2).

Tingginya angka pengganguran ini kerap memicu tindakan negatif. Mulai dari begal, penipuan, hingga konflik sosial. Oleh karenanya, pertumbuhan penduduk tersebut harus ditangkap sebagai peluang dalam memberikan mereka pekerjaan sehingga produktif.

“Kalau mereka nganggur yang terjadi bukan bonus demografi, tapi bencana demografi. Karena nganggur, nggak ada kerjaan lain, apa saja dikomenin, masuk grup ini, masuk grup itu. Itu kita lihat. Saya punya saudara yang termasuk agak keras di sana. Padahal saya tahu dia nggak radikal, dalam pemahaman ideologi dia nggak radikal. Tapi kok terlihat radikal sekali kalau di medsos. Setelah saya pelajari, nganggur ternyata,” jelasnya.

Bagaimana Cara Pemerintah Atasi Pengangguran?

Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk menekan angka pengangguran ini. Salah satunya yaitu dengan meluncurkan Kartu Prakerja. Presiden Joko Widodo menjanjikan program Kartu Pra Kerja bakal fokus melatih keterampilan individu dan mempersiapkan untuk menghadapi dunia kerja. Tujuannya untuk menciptakan sumber daya manusia premium yang mampu bersaing dalam dan luar negeri.

Jokowi menargetkan 500 ribu orang ikut program ini pada tahun 2019. Tahun berikutnya ditargetkan menjadi 2 juta orang peserta.

“Akan kita luncurkan untuk program vokasi, re-skilling dan up skilling bagi pekerja, yang berganti pekerjaan,” kata mantan gubernur DKI Jakarta itu saat kampanye dulu.

Namun, tahun ini pemerintah baru akan merealisasikan Kartu Prakerja atau tepatnya bulan April 2020 mendatang. Janji kampanye Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada kampanye pilpres ini bakal dilakukan pertama kali di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat.

“Jabodetabek dan Jawa Barat itu yang pertama, setelah itu menyebar,” kata Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, saat ditemui di Gedung Pakarti, Jakarta Pusat, Selasa (18/3).

Alasannya, jumlah pengangguran terbanyak ada di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat. Mantan Panglima TNI ini mengatakan jika pelatihan sudah berjalan dalam 2 bulan, prosesnya akan langsung dievaluasi.

“Kita awali Jabodetabek, lalu kita akan dapat feedback dan masif ke daerah lain,” kata dia.

Jika berjalan dengan baik, maka realisasi Kartu Prakerja akan dikembangkan di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sebab, jumlah pengangguran di Pulau Jawa mencapai 61 persen dari total 7 juta yang tercatat. Dari jumlah itu juga sebanyak 63 persen ada di wilayah perkotaan.

Meski demikian, saat ini program Prakerja sebenarnya masih menunggu turunnya peraturan presiden di bulan Februari. Pada bulan Maret, sudah memasuki tahap persiapan. Sehingga pada bulan April program Kartu Prakerja bisa mulai berjalan.

Program ini ditargetkan bakal menyerap 2 juta penerima manfaat di 2020. Diharapkan, pada tahun berikutnya bakal terus meningkat jumlah penerima manfaat program ini.

“Bahkan tahun 2021 bukan 2 juta lagi. Presiden menyatakan kalau ini berhasil, bisa 2 kali lipat atau lebih,” kata Moeldoko.

Bisakah Kartu Prakerja Tekan Pengangguran?

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Mirah Midadan Fahmid berpendapat lain. Dia menilai bahwa program Kartu Prakerja belum bisa mengatasi masalah pengangguran.

“Kartu Prakerja tidak menyelesaikan masalah,” kata Mirah dalam Diskusi Publik Refleksi Akhir Tahun ‘Ekonom Perempuan: Mewaspadai Resesi Ekonomi Global’ di Jakarta, Jumat (20/12).

Kartu pra kerja, kata Mirah hanya dapat menyasar pada pemberian keterampilan pada pengangguran struktural. Yakni mereka yang kehilangan pekerjaan karena adanya teknologi baru. Sementara bagi pengangguran friksional hanya dapat dilakukan dengan memperbaiki sektor hilir agar tercipta kecocokan.

Para peserta kartu pra kerja nantinya hanya mendapatkan sertifikat keahlian. Sementara mereka tetap harus bersaing untuk mendapatkan pekerjaan. “Sertifikat pelatihan belum jadi jaminan dapat langsung terserap oleh pasar tenaga kerja atau industri,” ujarnya.

Untuk itu, pemerintah perlu membuat kebijakan pelatihan bagi penerima kartu pra -kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Sertifikasi juga harus dikeluarkan oleh lembaga berwenang (BSN) yang telah diakui pasar tenaga kerja atau industri.

Masalah Program Prakerja Lainnya

Pengamat Ekonomi Chatib Basri mengatakan pelatihan vokasi melalui program Kartu Pra Kerja bisa meningkatkan kualitas tenaga kerja di Indonesia, sehingga memiliki kemampuan sesuai yang diinginkan pasar. Meski demikian, dia khawatir penganggur muda kurang tertarik untuk mengikuti program ini.

Dia menjelaskan, penganggur muda berpendidikan SMA ke atas masuk dalam kategori masyarakat kelas menengah (middle class). Sayangnya, kebanyakan masyarakat kelas menengah enggan mengikuti program Kartu Pra Kerja.

Berdasarkan studi World Bank, masyarakat yang baru naik kelas ke middle class tak banyak yang bertahan lama. Hanya 50 persen dari mereka yang mampu bertahan. Hal itu pun yang terjadi di Indonesia.

“Middle class ini bahasanya agak belagu, kaya tapi enggak kaya-kaya amat, pekerjaan bawah mereka enggak mau,” kata Chatib di Gedung Pakarti, Jakarta Pusat, Selasa (18/2).

Padahal, dari data Kantor Staf Presiden, jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 7 juta jiwa, di mana 52 persen atau 3,7 juta orang berada dalam rentang usia 18 sampai 34 tahun. Penggangur muda ini 78 persennya berpendidikan SMA ke atas.

Sebanyak 90 persen penggugur muda tidak pernah mengikuti pelatihan bersertifikasi dan sebanyak 66 persen tidak pernah bekerja sebelumnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here