BOGORDAILY – Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kota Bogor, Yane Ardian menegaskan bahwa outcome (manfaat) Program Sekolah Ibu bukan untuk meningkatkan ekonomi keluarga dan bukan juga mengurangi angka perceraian. Namun untuk ketahanan keluarga.
Selain itu kata Yane, program Sekolah Ibu dapat membuka wawasan seorang istri tentang peran dan fungsi keluarga, memperluas persepsi tentang perbedaan perempuan dan laki-laki, dan merubah perilaku tidak baik menjadi baik.
“Kami masih berasumsi program Sekolah Ibu berhasil. Jadi, kalau perceraian masih terjadi perlu ditanyakan peran suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga,” kata Yane, Jumat (14/2/20).
Pendirian Sekolah Ibu juga berangkat dari fenomena sosial yang terjadi di masyarakat saat ini, di mana angka perceraian, kenakalan remaja, narkoba, dan pergaulan bebas sangat memprihatinkan.
“Kondisi itu tidak hanya terjadi di Bogor, tetapi sudah menjadi masalah sosial yang terjadi secara nasional. Hal itu yang mendorong PKK Kota Bogor bergerak membantu pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Salah satunya melalui Sekolah Ibu,” kata Yane.
Penggagas program Sekolah Ibu ini menilai, perceraian bukan hasil sesaat, tapi proses yang panjang. Parameter keberhasilan Sekolah Ibu sudah terukur melalui penelitian yang signifikan. Bahkan, program Sekolah Ibu 2019 lalu berhasil menyabet penghargaan Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2019 dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).
Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Bogor, Tini Sri Agustini menyatakan, program Sekolah Ibu adalah ikhtiar agar setiap orang sadar dengan hak, kewajiban dan tanggung jawabnya, khususnya bagi istri, suami dan anak yang harus mengetahui masing-masing perannya dalam keluarga.
Tujuan dari program Sekolah Ibu adalah untuk peningkatan kualitas seorang ibu dalam melaksanakan perannya sebagai Ibu rumah tangga dan untuk ketahanan keluarga.
Dengan program ini, peran istri juga diharapkan dapat membangun komunikasi yang baik dengan suami dan anaknya, sehingga komunikasi dalam keluarga berjalan baik.
Menurutnya, secara umum pendidikan di rumah lebih banyak tercurah kepada ibu. Sebab, pada umumnya suami sibuk bekerja.
“Peran ibu itu sangat multifungsi. Ibu bisa menjadi guru di rumah, menjadi dokter di rumah, menjadi pengatur keuangan keluarga, hingga menjadi teman diskusi bagi anak-anak dan suaminya,” kata Tini.
Sementara itu, peserta Sekolah Ibu dari Kelurahan Rancamaya, Yulianti mengatakan, berkat Sekolah Ibu dirinya menjadi lebih sabar dalam mengurus suami. Hal ini dikarenakan materi-materi Sekolah Ibu yang sudah diajarkan merupakan ilmu kehidupan rumah tangga.
Peserta Sekolah Ibu dari Kelurahan Genteng, Monarita mengaku awalnya keras mendidik anaknya. Namun setelah mendapatkan materi mengenai pola asuh anak ia menjadi lebih tahu cara bijak mendidik anak tanpa menggunakan kekerasan. (Prokompim)