BOGORDAILY – Advokat Senior Sugeng Teguh Santoso, mengkritik rencana lockdown yang terus disuarakan.
“Tetapi Hak Warga Harus Dipenuhi Dulu Dong, Dasar Hukum Lockdown atau Karantina Wilayah Adalah UU No 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan,” ujarnya.
Sebelum melakukan lockdown atau Karantina Wilayah, Pemerintah diminta memastikan terpenuhinya hak warga masyarakatnya. Yakni kebutuhan pangan bagi warga secara cuma-cuma.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Solidaritas Indonesia Kota Bogor (Ketua DPD PSI Kota Bogor) ini menyikapi rencana pemerintah hendak melaksanakan karantina wilayah untuk mencegah pandemic Virus Corona atau Covid-19 di sejumlah daerah di Tanah Air.
Sugeng mengungkapkan pada Minggu, 29 Maret 2020 kemarin, di Bogor, tepatnya di Rumah Dinas Walikota Bogor, tampak deretan mobil dinas dan mobil-mobil lainnya parkir.
Sore itu, sedang ada rapat penting yang digelar Bupati Bogor dan Walikota Bogor. Hasil pembicaraan penting terkait rencana karantina wilayah telah di-release pada media.
“Kedua pimpinan daerah di Bogor itu meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan karantina wilayah Jakarta, agar tidak terjadi penyebaran covid-19 lebih luas di Bogor Kota dan Kabupaten. Dibicarakan juga opsi karantina wilayah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor,” tutur Sugeng Teguh Santoso, Senin (30/03/2020).
Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) ini menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, maka untuk kepentingan perlindungan dan keselamatan masyarakat, Negara diberi wewenang menetapkan penutupan wilayah,pembatasan pergerakan orang,barang dan hewan ternak di wilayah tertentu,perbatasan negara,pintu masuk wilayah untuk mencegah, menahan persebaran penyakit, hama, agen biologis yang berbahaya.
“Kewenangan tersebut diletakan di pundak Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden. Ketika ditetapkan karantina wilayah tersebut, warga negara wajib taat,” tuturnya.
Kewajiban warga, kata Sugeng Teguh Santoso, adalah taat atas penetapan pemerintah. Namun, kewajiban warga itu harus disertai juga perlindungan hak atas hidup.
“Yang dalam hal ini adalah hak untuk mendapatkan sumber pangan sehari-hari bagi kehidupan,” ujarnya.
Sugeng menegaskan, pemberian kewenangan pada pemerintah yang bermakna pembatasan hak warga untuk melakukan perpindahan atau pergerakan, seperti untuk bekerja dan melakulan aktivitas, harus dibarengi dengan pemberian kebutuhan pangan secara Cuma-cuma.
Nah, saat ini, kata dia, narasi pemenuhan kewajiban pemenuhan pangan terhadap orang dan hewan ternaknya ketika karantina wilayah ini, justru tidak terdengar dari para Kepala Daerah yang bicara karantina wilayah. Padahal kewajiban tersebut diamanatkan oleh pasal 54 dan pasal 55 Undang-Undang No 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.
“Mungkin, sudah dipikirkan oleh mereka para Kepala Daerah, apalagi Presiden, soal kewajiban pemenuhan hak atas pangan dan kesehatan ketika karantima wilayah. Tetapi tidak satupun saya dengar Kepala Daerah menyampaikan pada publik soal kewajiban pemenuhan kebutuhan pokok pangan ini. Saya bisa menduga, tapi tidak bisa mengatakan mengapa narasi pemenuhan kebutuhan pokok pangan Cuma-cuma ini tidak disampaikan,” tandasnya.
Presiden, lanjutnya, memang ada menyampaikan soal Bantuan Langsung Tunai (BLT). Tetapi itu diperuntukkan bagi warga miskin. Padahal, dengan karantina wilayah, seluruh warga akan kena dampaknya.
“Perut warga segala lapisan sama-sama memerlukan untuk diisi. Undang-Undang Karantina Kesehatan mengandung asas tanpa diskrimiasi, keadilan dan perlindungan yang sama,” jelas Sugeng mengingatkan.
Oleh karena itu, Sugeng Teguh Santoso menyampaikan, sebelum Pemerintah dan para Kepala Daerah bertindak melakukan karantina wilayah, sebaiknya diumumkan juga soal jaminan pangan cuma-cuma bagi warga itu.
“Saya menghimbau, apapun penetapan pemerintah, warga berhak tahu akan haknya atas pangan cuma-cuma. Saat penetapan karantina wilayah ditetapkan bahkan terhadap ternak warga juga harus dipenuhi pangannya,” jelas Sugeng.
Dia menambahkan, informasi yang beredar saat ini adalah informasi simulasi penutupan pintu keluar masuk di beberapa wilayah. Antara lain Tegal, Papua, Jakarta, Bogor.
“Tidak ada penetapan resmi dalam bentuk Surat Keputusan, tetapi tindakan di lapangan mengisyaratkan hal tersebut. Simulasi bisa diduga adalah persiapan tindakan untuk kegiatan pokok nantinya. Jadi, silakan saja laksanakan kewenangan pemerintah. Dan, penuhi hak warga atas pangan cuma-cuma,” pungkas Sugeng Teguh Santoso.(gib)