Wednesday, 24 April 2024
HomeBerita25 Ribu Karyawan Hotel di Jabar Dirumahkan, Dampak Pandemi Covid-19

25 Ribu Karyawan Hotel di Jabar Dirumahkan, Dampak Pandemi Covid-19

BOGORDAILY – 575 hotel di wilayah Jawa Barat sudah tidak beroperasi dan berdampak pada dirumahkannya 25 ribu karyawan semenjak ada aturan pembatasan sosial dari pemerintah. Dampak adanya pandemi Virus Corona pun terjadi di sektor Industri pariwisata lainnya.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat, Dedi Taufik mengatakan, dari laporan dinas pariwisata di tingkat kabupaten kota, okupansi hotel hanya berada di kisaran 5 persen.

“Memang untuk okupansi hotel sudah turun, sudah hampir 5 persen. Biasanya (angka okupansi paling rendah) 50 persen. Kemudian juga karyawannya hampir 25 ribu itu dirumahkan dari industri hotel dan restoran, belum ada yang di PHK,” katanya saat ditemui di Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa, Kota Bandung, Rabu (8/4).

Lalu, penurunan pun terjadi di sektor lain. Informasi dari Gabungan Industri Pariwisata, jumlah sementara yang teridentifikasi oleh terhentinya aktivitas ekonomi sektor pariwisata akibat pandemi Covid-19, restoran yang tutup sebanyak 141 restoran.

Kemudian, Daya Tarik Pariwisata lainnya yang tutup sebanyak 342 tempat, dari bidang industri kreatif diterima informasi yang terdampak sebanyak 12.521 orang. Dari sektor Kebudayaan dan Kesenian diterima informasi yang terdampak sebanyak 3.041 orang.

Pihak Industri Pariwisata telah melakukan koordinasi langsung dengan Kabupaten/Kota, untuk menindaklanjuti surat Sekretaris Daerah Nomor 556/563-Sekre tanggal 30 Maret 2020 Hal Tindak lanjut PMK No 23 Tahun 2020 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri, yang berisi tentang permohonan adanya kebijakan relaksasi kewajiban untuk perusahaan untuk membayar pajak dan retribusi daerah.

Dalam upaya merealisasikan Social Safety Net, Pemerintah Provinsi membantu para pekerja dan pelaku usaha kecil (informal) yang bekerja di sektor pariwisata dan kebudayaan serta industri kreatif yang terdampak langsung pandemi.

“Nah kita harus pikirkan disaat emergency kesehatan ini, rescue itu seperti apa, kan sudah disusun gugus tugas dan sebagainya. Kemudian di emergency ekonominya, di tahap recovery ini kita harus lakukan langkah strategi,” jelas Dedi.

“Salah satunya kita lagi menghimpun data yang kena dampak (pandemi virus corona) ini, terutama di tempat destinasi, kemudian UMKM yang tidak bisa jualan, nah itu yang akan kita data, by name by address,” dia menambahkan.

Di sisi lain, strategi bidang pariwisata dan kebudayaan pada proses mitigasi terdiri dari 3 (tiga) tahapan. Yakni tahap tanggap darurat periode Februari hingga Mei dengan cara membentuk Tourism Crisis Center, menunda semua program dan kegiatan serta merelokasi anggaran ke program mitigasi, melakukan identifikasi dampak pada bidang pariwisata, mendukung gerakan sosial dalam bidang pariwisata dan budaya, serta dengan memaksimalkan program go digital/West Java Smart Tourism (SIRARU).

Tahap Pemulihan periode Juni hingga Desember yaitu dengan cara Koordinasi risk transfer/risk sharing dampak pariwisata terhadap stakeholdernya, publikasi, promosi, penyelenggaraan MICE dan aktivitas pariwisata dan budaya lainnya, serta dukungan terhadap industri pariwisata dan budaya.

Tahap Normalisasi periode Januari hingga Desember 2021, dengan cara total publikasi dan promosi dalam dan luar negeri, penyelenggaraan aktivitas pariwisata dan budaya, serta dukungan terhadap destinasi dan industri pariwisata dan budaya.

“Tapi yang perlu digarisbawahi, periode itu menyesuaikan dengan tren pandemi. Jika memang belum ada penurunan, maka pemulihan belum akan dilakukan. Tentu kita berharap pandemi ini segera berakhir. Makanya kami juga mengimbau kepada masyarakat untuk ikuti aturan dari pemerintah, seperti social distancing dan work from home,” tutup Dedi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here