BOGORDAILY – Aksi Walikota Bogor Bima Arya ngamuk berteriak-teriak tanpa menggunakan masker di depan para pedagang Pasar Dewi Sartika, Selasa (28/4/20) mendapat sorotan dari Aktivis Aktivis 98, Eko Octa. Menurutnya rekasi walikota yang tersulut emosinya karena warga pedagang menanyakan bantuan sosial yang belum turun, dinilai sangat tidak etis. Eko juga menyoroti sikap Bima yang berada di tengan kerumunan orang bicara tanpa gunakan masker.
“Seorang Walikota, Bima Arya marah-marah seperti orang tengah berorasi berteriak-teriak tanpa gunakan masker, semestinya sudah tahu sangat tidak elok di masa pandemi saat ini,” kata Eko, dalam keterangan persnya Rabu (29/4/20).
Disampaikan Eko, jika walikota ingin menyampaikan himbauan kepada pedagang, agar menutup dagangannya di tengah deraan corona, sebaiknya melalui surat terbuka. “Atau, bersurat kepada masing-masing pedagang?,” ujarnya.
Dia menambahkan, tampilnya Bima dengan memperlihatkan perangai marah, hal itu malah memicu ansipati dari masyarakat.
Bima, kata Eko, sebagai orang nomer satu di Kota Bogor seharusnya memberi contoh, Work Form Home. Kerja di rumah. Soal memberikan peringatan kepada pedagang, kuasakan atau percayakan kewenangan tersebut pada Kasatpol PP.
“Bukannya, dia malah mengambil alih kerjanya Kasatpol PP,” ujar pria yang juga kader PDI perjuangan Kota Bogor ini.
Soal bantuan sosial, sambung Eko, diketahuinya di banyak tempat masih banyak warga terdampak Covid-19 yang tidak menerima bantuan, atau juga terlambatan menerima. Dia mengatakan, data penerima bansos harus sesuai nama dan alamat, serta berbasis nomor induk kependudukan. Penyaluran bansos dari Kementerian Sosial, kata Eko, dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari masing-masing pemda.
“Penyaluran bantuan sosial atau bansos untuk masyarakat terdampak Covid-19 itu menggunakan data dari pemerintah daerah. Catat ya, datanya dari pemerintah daerah. Artinya, kalau banyak yang tak dapat, data pemerintah daerah lah yang harus diperbarui, perlu diperbaiki. Bukan merasionalisasi dengan dalih. Kalau pun alasannya, Pemkot Bogor tak punya duit, lakukan realokasi anggaran dengan pembatalan beragam proyek infrastruktur, kalau perlu pootong belanja daerah dan tunjangan pejabat untuk dialihkan kepada bantuan sosial warga terpapar covid-19,” tandasnya.
Terpisah, Ketua Front Pemuda Penagak Hak Rakyat (FPPHR yang juga aktivis 98, Fery Ariyanto juga menuding perilaku Walikota Bogor ngamuk di pasar disebutnya bak preman pasar dan tidak mengedukasi masyarakat dengan etika yang batik.
“Sejauh ini, yang kami catat, sudah berulang kali Bima Arya ngamuk, memarahi rakyat kecil. Bagi kami, Bima ngamuk tak menakutkan! Tapi, kalau masyarakat yang ngamuk, itu menakutkan. Jadi, gunakanlah komunikasi yang santun dengan publik. Jangan memperlihatkan gaya preman, dengan teriak-teriak, dan marah-marah,” tegas Fery.
Menurutnya, Walikota Bogor tak perlu emosi saat warga menanyakan penyaluran bantuan sosial. Bima, sebutnya, harusnya juga mau dikritik, jika saat ini banyak warga yang tak terdata melalui pemerintah daerah terkait bantuan sosial.
Ferry merinci, sebagaimana rekomendasi KPK, dalam Surat Edaran (SE) No. 11 Tahun 2020 tanggal 21 April 2020, tentang penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data non-DTKS. Idealnya, pemerintah daerah dapat melakukan pendataan di lapangan, namun tetap merujuk kepada DTKS. Jika ditemukan ketidaksesuaian, tinggal dilaporkan kepada dinsos atau Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin) Kementerian Sosial, untuk diusulkan masuk ke dalam DTKS sesuai peraturan yang berlaku. Dan, pemerintah daerah harus menjamin keterbukaan akses data tentang penerima bantuan, realisasi bantuan, dan anggaran yang tersedia kepada masyarakat sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.
“Mestinya, itu yang harus dilakukan Pemkot Bogor. Bukan kepala daerahnya, marah-marah akibat kerja anak buahnya tak becus lakukan pendataan,” ujar Ferry.
Pada kesempatan itu, Ketua FPPHR ini juga memperlihatkan catatan rekam jejak Politisi PAN, Bima Arya yang selalu mengedepankan “aksi ngamuk” didepan publik.
Berikut catatannya :
1. Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto mengamuk di sebuah cafe di Kota Bogor, Minggu (5/7/2015) dinihari.Penyebabnya karena cafe yang berlokasi di Jalan Suryakencana, Kelurahan Sukamulya, Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor, masih beroperasi selama bulan Ramadhan. Bima Arya bersama petugas Satpol PP Kota Bogor serta petugas kepolisian melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Ways’E Resto, di Jalan Suryakencana Kelurahan Sukamulya, Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor, sekitar pukul 00.30 WIB.
2. Wali Kota Bogor Bima Arya, Rabu (25/1/2017), “mengamuk” kepada Pedagang Kaki Lima (PKL). Para PKL kedapatan berjualan di tempat terlarang, bahkan ada beberapa PKL yang berjualan di tengah jalan di depan Blok C dan Blok D Pasar Anyar. Menggunakan pisau milik salah seorang PKL, Bima memutuskan tali-tali yang digunakan para PKL untuk memasang tenda yang terbuat dari terpal itu. Tidak cukup sampai di situ, barang dagangan mereka pun langsung diangkut menggunakan satu truk milik Satpol PP untuk diamankan.
3. Walikota Bogor Bima Arya ngamuk di Pasar Anyar saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak), Senin (19/6/2017) pagi. Orang nomor satu di Kota Bogor itu marah besar lantaran mendapati puluhan sepeda motor diparkir sembarangan di tengah jalan hingga mengalangi para pejalan kaki. Bima Arya menendang sepeda motor hingga terjatuh. Ia kemudian memerintahkan petugas untuk memindahkan sepeda motor tersebut.
4. Terkini, Selasa (28/4/2020). Walikota Bima Arya marah kepada penjual pakaian dan aksesoris yang ada di Plaza Dewi Sartika, Bogor Tengah. Bima ngamuk karena disoraki soal bantuan. Kemarahan Bima bermula ketika para penjual bersorak menagih bantuan yang di janjikan pemerintah Kota Bogor. (bdn)