BOGORDAILY – Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah berlaku di Jakarta sejak 10 April dan akan berlangsung hingga 23 April. Namun pakar menilai PSBB perlu berlangsung minimal sebulan supaya penularan virus Corona dapat ditekan ke batas aman.
Ini adalah hasil riset para ilmuwan lintas universitas yang tergabung dalam SimcovID. Mereka membuat simulasi hitung-hitungan untuk menjawab pertanyaan ‘Berapa lama sebaiknya pemberlakuan PSBB?’. Ringkasan riset ini dirilis SimcovID, bertanggal 16 April 2020.
Maka nilai R perlu lebih kecil dari 1 supaya penyebaran virus ini berhenti. Ro adalah simbol reproduksi kasus COVID-19 secara umum, dan Rt adalah simbol reproduksi kasus COVID-19 per hari.
“Di Indonesia, nilai Ro 3.3 sampai 3.8,” kata peneliti matematika epidemiologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Nuning Nuraini kepada detikcom. Nuning merupakan salah satu dari sekian banyak pakar di SimcovID yang menggarap simulasi ini.
PSBB perlu berjalan minimal sebulan
Estimasi R bisa dipakai oleh pengambil keputusan untuk menentukan berapa lama PSBB sebaiknya diberlakukan. Jadi berapa lama PSBB perlu diberlakukan?
Efek pemberlakuan lockdown/PSBB akan baru terlihat minimal setelah 2 pekan. Tim SimcovID menyatakan, PSBB bisa mulai dibuka jika angka reproduksi kasus COVID-19 per hari (Rt) sudah lebih kecil dari 1 (Rt<1) selama tujuh hari berturut-turut (sepekan).
Sebagai contoh untuk Jakarta, jika PSBB berjalan dengan baik (Rt=1) dalam tiga pekan, maka minimal pelaksanaan PSBB adalah selama 4 pekan alias sebulan. Demikianlah menurut tim SimcovID yang terdiri dari mayoritas matematikus dan dokter Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Bagaimana bisa para pakar ini menyatakan PSBB minimal perlu sebulan diberlakukan? Ini adalah hasil simulasi hitung-hitungan dengan membandingkan pelaksanaan pembatasan sosial di negara lain. Bahkan lockdown di negara lain juga butuh waktu untuk menimbulkan efek Rt<1.
Italia misalnya, negara ini menerapkan lockdown. Tes cepat (rapid test) dilakukan hingga 1,67% dari seluruh total penduduk Italia. Kombinasi lockdown dan rapid test tersebut mampu menekan angka R hingga lebih kecil dari 1 dalam kurun waktu 3 pekan.
|
Di Amerika Serikat (AS), sejumlah negara bagian di Negeri Paman Sam tersebut menerapkan lockdown. Ada 0,85% dari 100% penduduk AS yang dites Corona. Lewat kombinasi lockdown dan rapid test sebesar itu, perlu 4 pekan bagi AS untuk menekan angka R hingga ke level aman, yakni lebih kecil dari 1.
|
Korea Selatan adalah negara yang sukses menekan tingkat penularan Corona tanpa lockdown. Namun jumlah tes di Korsel ‘gila-gilaan’, yakni sampai 1% dari total jumlah penduduk telah dites Corona. Mereka menerapkan strategi 4T (testing, tracing, tracking, and treating). Dengan cara ini, Korsel butuh 2 pekan saja untuk mencapai R<1.
|
Sedangkan untuk Indonesia sendiri, negara kepulauan ini tidak menerapkan lockdown melainkan imbauan physical distancing. Persentase rapid test hanya 0,01% dari total jumlah penduduk. Dengan kondisi seperti ini, butuh waktu lebih dari 4 pekan untuk mencapai R<1.
|
“Rapid testing harus diperbanyak, sampai 12 April rapid testing baru dilakukan ke 0.01% populasi. Setidaknya rapid testing harus dilakukan ke 1% populasi, supaya gambaran penularan bisa terlihat lebih jelas,” tulis Tim SimcovID. Penelitian dimulai saat PSBB di Jakarta baru berumur dua hari.
Reproduksi harian (Rt) kasus aktif COVID-19 di Jakarta yang paling tinggi mencapai angka 6, terjadi sekitar 8 Maret. Angka itu kemudian terus menurun seiring waktu. Pada 10 April, saat angka reproduksi harian memang sudah cenderung turun, PSBB diberlakukan di Jakarta. Kini angka reproduksi harian COVID-1 di Jakarta sebesar 1,5.
Reproduksi harian (Rt) Pasien Dalam Pengawasan (PDP) positif COVID-19 di Jakarta mencapai angka 7,5 sekitar 15 Maret dan terus menurun. 10 April, PSBB diterapkan, dan diprediksi tingkat Rt akan berada pada angka 2 hingga 20 April nanti.
|
Metode
Metode yang digunakan untuk mengestimasi nilai Rt adalah Extended Kalman Filter (EKF) digabung dengan low-pass filter. Metode ini menggunakan input data jumlah kasus aktif, jumlah kumulatif orang yang sembuh, dan jumlah kumulatif orang yang meninggal.
Data yang digunakan adalah data yang disediakan Pemerintah RI. Data untuk menghitung tingkat reproduksi kasus dari luar negeri berasal dari situs Worldometers. Interval kredibilitas (credible interval) dalam hasil estimasi angka Rt ini sebesar 95%.
Simulasi ini dikerjakan oleh pakar lintas universitas, dengan mayoritas berlatar belakang disiplin matematika, ada pula yang berasal dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) namun mempunyai kemampuan matematika.
Pakar yang terlibat dalam tim SimcovID ini berasal dari ITB, UNPAD, UGM, Essex University-Khalifa University, University of Southern Denmark, Oxford University, ITS, UB, dan Undana.
Parameter ekonomi, sosial, budaya dan teknologi jika tidak dimasukkan, mungkin begitulah hasilnya. Matematis, sedangkan ini obyeknya adalah orang, virus hanya sebagai trigger saja.