Thursday, 16 May 2024
HomeKabupaten BogorSoal Mudik Belajar Dari China

Soal Mudik Belajar Dari China

Oleh: Hj. Ade Yasin, SH, MH

Indonesia juga sebaiknya belajar dari kasus China soal mudik. Meski bermula dari Kota Wuhan, dalam waktu singkat coronavirus ini menyebar ke penjuru China dan seluruh dunia.

Penyebabnya adalah serangan virus terjadi saat warga Negeri Tirai Bambu merayakan Tahun Baru Imlek. Seperti lebaran di Indonesia, tradisi Imlek di China diwarnai dengan mudik ke kampung halaman.

Perayaan Imlek di China bahkan berlangsung selama 40 hari. Tahun 2020 ini, perayaan Imlek dimulai pada 10 Januari. Dalam kurun 10 Januari hingga 18 Februari, pemerintah China mencatat warga melakukan sekitar 3 miliar perjalanan.

Pergerakan manusia yang begitu aktif membuat virus menyebar dengan sangat cepat. Pada 20 Januari, jumlah kasus corona di China masih 278 dan terkonsentrasi di Kota Wuhan. Pada 18 Februari, akhir perayaan Imlek, jumlahnya menjadi 72.568. Meroket lebih dari 26.000%!

China terpaksa harus bergerak cepat untuk meredam virus ini. Pemerintah membangun belasan rumah sakit darurat untuk merawat pasien yang tidak tertampung di rumah sakit biasa. Di Wuhan saja ada 15 rumah sakit temporer yang merawat lebih dari 12.000 pasien.

Pemerintah China juga memberlakukan karantina wilayah (lockdown) di Wuhan dan beberapa daerah lain. Akses keluar/masuk daerah ditutup total. Warga benar-benar tidak boleh keluar rumah kecuali untuk urusan mendesak. Transportasi umum juga tidak beroperasi.

Gerakan Cepat (Gercep) itu membuahkan hasil positif. Kini penambahan kasus baru di Negeri Panda terus melambat, bahkan lockdown di Wuhan pun sudah dicabut.

Indonesia juga berisiko mengalami hal yang sama jika mudik Lebaran tahun ini masih ramai. Bayangkan kalau orang-orang khususnya di Jabodetabek yang menjadi epicentrum coronavirus ini berhamburan keluar rumah untuk melaksanakan mudik. Daerah yang awalnya aman-aman saja, bisa berubah menjadi hot spot baru. Penyebaran virus corona akan semakin luas dan susah dikendalikan.

Oleh karena itu, kami juga memastikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) khususnya di Kabupaten Bogor akan diperpanjang dari seharusnya berakhir pada 29 April 2020.

Perpanjangan PSBB ini juga telah disepakati oleh Pemkot Bogor, Pemkab dan Pemkot Bekasi, usai kami bertemu di Pendopo, Cibinong, Minggu, (26/4/2020).

Permohonan perpanjangan PSBB ini akan segera kami ajukan ke Menteri Kesehatan melalui Gubernur Jawa Barat, Bapak Ridwan Kamil.

Kami berharap dalam PSBB tahap dua nanti, daerah diberi kewenangan lebih untuk menerapkan sanksi lebih keras kepada masyarakat.

Dengan ketegasan ini kami berharap bisa lebih membangun kedisiplinan masyarakat. Jika hanya pemberian surat peringatan kami rasa tidak akan cukup. Masyarakat rupanya sudah tidak mempan dengan surat peringatan. Oleh karena itu kami ingin ada sanksi yang lebih berat.

Terlebih fakta yang terjadi di lapangan masyarakat tetap berbondong-bondong bahkan berdesakan hanya untuk membeli makanan berbuka puasa. Seolah sedang tidak terjadi apa-apa. Bahkan masjid-masjid masih ada yang menggelar solat berjamaah. Seperti solat Jumat maupun solat tarawih.

Pandemi Covid-19 yang diprediksi selesai pada Juni 2020, bisa menjadi lebih panjang jika masyarakat tidak patuh.  Maka Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini akan mubazir dan terus berkepanjangan.

Oleh sebab itu, apabila kita ingin menghentikan corona di bulan Juni sesuai perkiraan para ahli, saatnya kita disiplin. Patuhi semua aturan pemerintah. Kita harus menguatkan tekad. Corona di Kabupaten Bogor masih sangat berbahaya.

Di Kabupaten Bogor, saat ini 105 orang positif terinfeksi Covid-19. Dari jumlah itu, 11 orang dinyatakan sembuh, 83 kasus masih dalam penanganan dan 11 orang meninggal dunia.

Sementara Pasien Dalam Pengawasan (PDP) tercatat 374 orang dan Orang Dalam Pemantauan (ODP) sebanyak 308 orang. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here