Monday, 17 June 2024
HomeBeritaWaspada Karhutla di Tengah Pandemi Corona

Waspada Karhutla di Tengah Pandemi Corona

BOGORDAILY – Curah hujan di sejumlah daerah di Indonesia mulai berkurang. Pemerintah mulai bersiap menyambut musim kemarau yang biasanya terjadi di pertengahan tahun.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Dwi Korita, memprediksi tahun ini Indonesia mengalami El Nino Netral dengan tingkat kekeringan pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan normalnya.

“Awan hujan masih tersedia sekitar bulan April-Mei, sehingga ini waktu yang paling tepat untuk menyelenggarakan TMC pada beberapa provinsi rawan untuk mengisi embung dan membasahi gambut,” kata Dwi beberapa waktu lalu.

Satu hal paling ditakuti bila hujan tak lagi turun. Munculnya titik panas di hutan dan lahan gambut mudah terbakar. Tiap tahun permasalahan ini terus berulang, hingga membuat repot pemerintah pusat dan daerah.

Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan hingga Kalimantan menjadi wilayah langganan kebakaran hutan setiap tahunnya. Namun saat ini, baru Provinsi Sumatera Selatan yang melaporkan kemunculan titik api.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, kurun waktu empat bulan ini terpantau 1.113 titik panas (hotspot). Hotspot terbanyak berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir sejumlah 266 titik, disusul Muara Enim (192 titik), dan Musi Banyuasin (192 titik). Tiga daerah itu dikenal sebagai wilayah rawan setiap tahun.

Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan BPBD Sumsel Ansori mengungkapkan, angka tersebut terbilang tinggi mengingat saat ini lahan masih dalam kondisi basah akibat hujan yang beberapa kali masih turun. Jika tidak segera diatasi, hotspot semakin meluas terlebih musim kemarau akan tiba pada pekan ketiga Mei 2020.

“Lahan sekarang masih basah, tapi hotspot sudah muncul. Ada 1.113 titik yang terpantau selama empat bulan ini,” ungkap Ansori, Senin (27/4).

Ansori menambahkan, di Sumsel tahun lalu seluas 328.457 hektar. Jumlah ini menjadikan Sumsel menjadi daerah terbesar terjadinya kebakaran hutan di Indonesia.

Untuk mengetahui posisi hotspot, penggunaan satelit juga dioptimalkan. Setidaknya ada lima satelit seperti Aqua, Landsat-8, NOAA, SNPP dan Terra menjadi rujukan utama dengan masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahannya.

“Satelit bisa mendeteksi hotspot, dipantau langsung oleh helikopter dan dipastikan sekaligus pemadaman oleh tim darat maupun udara,” kata dia.

Meski jumlah hotspot yang terpantau masih cukup kecil, kondisi ini menjadi perhatian serius pemerintah. Mengingat, Indonesia sendiri sedang berjuang melewati masa pandemi virus Corona atau Covid-19 yang merenggut tujuh ratusan jiwa.

tetap jadi prioritas kerja pemerintah. Sebagaimana arahan Bapak Presiden (Joko Widodo) meski kita menghadapi masa sulit karena penyebaran Covid-19, Corona, namun pelayanan prioritas tidak boleh terganggu. Kerja lapangan dan koordinasi tim supervisi tetap jalan mengantisipasi , terutama di wilayah rawan,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, pada Sabtu (25/4) lalu.

Memodifikasi Cuaca

Mencegah titik api semakin meluas di masa pandemi ini, sejumlah langkah segera dilakukan. Salah satunya melakukan hujan buatan dengan memanfaatkan teknologi modifikasi cuaca.

“Untuk kita tidak bisa menunggu, harus dari sekarang upaya antisipasi seperti Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dilakukan. Kita sudah menyurati para Kepala Daerah di awal Maret, dan meminta semua pihak termasuk swasta dan pemangku kawasan untuk waspada ,” tegasnya.

Rencananya, proses hujan buatan mulai dilakukan awal Mei. Saat ini, semua persiapan sedang dimatangkan.

Ditambahkan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, metode TMC berupa hujan buatan mengacu prediksi BMKG bahwa saat itu masih tersedia potensi bibit awan, sedangkan mendekati bulan Juni curah hujan akan mengalami penurunan. Alue mengatakan, kondisi di Sumatera yang mengalami peningkatan harus diantisipasi dengan upaya pencegahan melalui pendekatan dari darat dan udara.

“Pencegahan melalui udara bisa dilaksanakan dengan TMC untuk membasahi gambut, mengisi embung dan kanal yang sudah dibangun. Sedangkan pencegahan terus dilakukan melalui patroli terpadu serta memeriksa kondisi sumur bor dan sekat kanal supaya senantiasa berfungsi baik, dan siap digunakan,” ujar Alue. Demikian dikutip dari Antara, Selasa (28/4).

Ditambahkan, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono, dalam pengendalian karhutla harus melibatkan semua pihak, baik dari pemerintah maupun korporasi yang bertanggung jawab pada area konsesi.

“Biaya TMC cukup besar, jadi harus dilakukan pada area prioritas yang terjadi karhutla berulang selama lima tahun terakhir, sehingga lokasi turunnya hujan buatan hasil penyemaian awan bisa secara efektif mencegah karhutla,” ujar Bambang.

Solusi lainnya yang bisa dilakukan, terang Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Karliansyah, dilakukan pembayaran lahan. Imbauan itu sudah dikirimkan kepada 15 gubernur dan 31 bupati/wali kota.

Dalam surat tersebut dilampirkan peta lahan gambut yang sudah ditumpukan dengan peta titik api serta peta kelembapan tanah.

Dia memastikan, patroli oleh Manggala Agni dan Brigdalkarhut KSDA akan terus dilakukan dengan tetap memperhatikan protokol pencegahan COVID-19 selama masa pandemi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here