BOGORDAILY – Pemberlakukan larangan mudik Lebaran guna membatasi ruang gerak dalam rangka mencegah penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) tak membuat masyarakat putus asa untuk mengunjungi kampung halaman. Hasrat bertemu keluarga serta sanak saudara membuat masyarakat memutar otak mencari celah agar sampai ke kampung halaman.
Pelbagai siasat dilakukan masyarakat untuk menuju kampung halaman. Ancaman penjara satu tahun atau denda Rp 100 juta serta karantina 14 hari sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Pasal 93, tak lantas membuat masyarakat gentar pulang ke kampung halaman.
Salah satu cara dilakukan masyarakat untuk memuluskan tujuannya ke kampung halaman dengan menggunakan travel gelap atau tak mempunyai izin angkut penumpang. Menaiki mobil bak atau truk lalu ditutup dengan terpal pada bagian belakang mobil pun dilakukan pemudik melancarkan aksinya.
Bahkan ada cara lain lebih nekat dilakukan masyarakat untuk dapat bertemu dengan keluarganya di kampung halaman. Seperti pemudik yang bermodus menggunakan truk towing (truk angkut mobil) untuk pulang ke kampung halaman yang terjadi di Semarang, Jawa Tengah.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra mengatakan, tercatat sudah 28 ribu lebih pemudik yang diputar balik karena nekat mudik hingga Senin 4 Mei. Puluhan ribu pengendara yang diputar balik itu terindikasi kuat akan melakukan mudik saat pemeriksaan.
“28.093 kendaraan meliputi kendaraan pribadi dan kendaraan umum,” tutur Asep di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (5/5).
Asep menyebut, total jumlah tersebut mencakup penanganan di seluruh Polda. Sementara untuk hari Selasa (5/5) ini, data yang tercatat di antaranya Polda Metro Jaya 1093 kendaraan, Polda Jawa Barat 395 kendaraan, Polda Jawa Timur 481 kendaraan, Polda Daerah Istimewa Yogyakarta 22 kendaraan, Polda Banten 206 kendaraan, Polda Lampung 61 kendaraan, dan Polda Jawa Tengah 137 kendaraan.
“Mari kita patuhi dan taati kebijakan larangan mudik,” ujar dia.
Angkutan Plat Hitam
Fenomena angkutan plat hitam untuk menangkut penumpang antar kota antar provinsi sebetulnya sudah berlangsung lama ketika musim mudik Lebaran. Kendati dilarang untuk dikomersilkan membawa penumpang, namun angkutan plat hitam menjadi alternatif warga berpenghasilan pas-pasan untuk tetap eksis di perantauan.
“Bagi sebagian masyarakat kebutuhan menggunakan angkutan plat hitam dirasa efektif ketimbang angkutan umum resmi,” kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno.
Dia mengatakan, persoalan ini sebaiknya tak diserahkan ke kepolisian melainkan kepada Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Sebab menurut dia, pemerintah harus memikirkan jalan keluar bagi warga perantau yang sudah tak memiliki penghasilan akibat pandemi Covid-19.
Sementara di antara mereka tak mendapat bantuan sosial lantaran tak memiliki kartu identitas tetap di ibu kota atau daerah penyangga. Di satu sisi persediaan keuangan semakin menipis apabila bertahan.
Menurut dia, persialan ini harus dibahas antara pemerintah pusat, pemerintah daerah di Jabodetabek serta daerah asal para perantau. Djoko mengatakan pemerintah juga harus memberikan jalan keluar agar para pemudik ini tetap bisa bertahan di perantauan dan bukan hanya memberlakukan larangan mudik.
“Tidak hanya melarang untuk mudik, akan tetapi harus memberikan jalan keluar agar mereka tetap betah berada di perantauan dengan jaminan hidup hingga mereda pandemi Covid-19,” tandasnya.