Sunday, 24 November 2024
HomeBeritaAktivis ProDem Ajukan Judicial Review UU No. 2 Tahun 2020 ke MK

Aktivis ProDem Ajukan Judicial Review UU No. 2 Tahun 2020 ke MK

BOGORDAILY.net – Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) mengajukan Permohonan Judicial Riview ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan UU No.2 tahun 2020. Jumat (5/6/20).

UU No.2 tahun 2020 yang mengatur tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penaganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (covid-19).

Dalam rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

ProDem Menolak UU No.2 tahun 2020 disahkan karena UU ini berpotensi melanggar konstitusi. Pasalnya ada beberapa pasal yang cenderung bertentangan dengan UUD 1945.

Misalnya di Pasal 12 Ayat 2 menyatakan bahwa Perubahan Postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden. ini telah menghilangkan kewenangan serta peran DPR dan membuat APBN tidak diatur dalam Undang-undang atau yang setara.

“Berdasarkan UUD 1945 Pasal 23 ayat 1 telah menyatakan bahwa kedudukan dan status APBN adalah UU yang ditetapkan setiap tahun. Kemudian, RAPBN harus diajukan oleh Presiden untuk dibahas dan disetujui oleh DPR sebagaimana ditegaskan Pasal 23 ayat 2 dan ayat 3 UUD RI Tahun 1945,” terang ketua majelis ProDem Iwan Sumule.

Perpu di Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mencermati terkait dengan Batas Atas Defisit yang tidak ditentukan akan mereduksi prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan Negara.Perpu No. 1 Tahun 2020 dalam Pasal 2 menetapkan batasan defisit anggaran yang melampaui 3 persen dari PDB. klausul dalam Perppu itu hanya menyebutkan melampaui 3 persen dari PDB, tetapi tidak menjelaskan batas atas.

“Tidak adanya batas atas dalam penentuan defisit APBN terhadap PDB, berpotensi menjadi tidak terkontrol dan dapat membuat belanja APBN menjadi tidak prudent atau memenuhi unsur kehati-hatian dan membengkaknya utang. Selain itu aturan ini juga beresiko dimasukkan kepentingan-kepentingan belanja lainnya yang tidak tepat dan tidak perlu. Batas atas defisit diperlukan agar adanya kepastian hukum, dan agar risiko keuangan akibat defisit menjadi terukur dan managable,” tambah Mule.

Sementara itu Sekjend ProDem Muhamad Mujid menambahkan, bahwa skema bail-out selalu berpotensi melahirkan skandal penyimpangan kekuasaan keuangan negara atas penanganan krisis yang telah menimbulkan biaya yang besar dan telah mengingatkan publik atas trauma krisis ekonomi 1997-1998. Penyimpangan tersebut telah membebani negara lebih dari Rp650 triliun ditambah dengan beban bunganya. Beban berat ini kemudian ditanggung oleh rakyat secara keseluruhan melalui beban pajak dan inflasi yang berkelanjutan.

“Hegelintir kelompok konglomerat menikmati kebijakan yang tidak adil dari fasilitas BLBI dan Obligasi Rekap dan tetap menjadi penguasa modal paska reformasi sampai sekarang, mereka tetap memiliki privilege menjadi oligarki ekonomi dan modal yang bahkan mempengaruhi lanskap sosial dan politik hari ini jadi kami menolak skema bail-out dari keuangan negara atas kerugian perusahaan swasta baik bank, maupun lembaga keuangan,” pungkas Mujid. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here