Tuesday, 14 May 2024
HomeBeritaSoal Salat Jumat 'Ganjil Genap' ini Pandangan Komisi Dakwah MUI

Soal Salat Jumat ‘Ganjil Genap’ ini Pandangan Komisi Dakwah MUI

BOGORDAILY – Ketua , M Cholil Nafis, turut menanggapi rencana pelaksanaan salat Jumat 2 gelombang berdasarkan ganjil-genap nomor HP yang diatur Dewan Masjid Indonesia (DMI). Cholil membandingkan hal tersebut dengan pelaksanaan salat Jumat di negara-negara Eropa.

“Informasi dari teman di Eropa saat pandemi COVID-19 begini dan masjid atau tempat ibadah tak bisa menampung semua jemaah maka dilakukan dengan model pendaftaran dari hari-hari sebelumnya dan pada saat Jumatan dilaksanakan maka di tempat shalat itu sudah tertera nama jemaah. Artinya itu teknis pengaturan untuk melakukan salat Jumat di tempat yang terbatas dengan jumlah jemaah yang lebih besar,” kata Cholil dalam keterangan tertulis, Kamis (18/6/2020).

Cholil mengatakan penerapan skema ganjil-genap saat salat Jumat seakan salat Jumat harus dilaksanakan dalam kondisi apa pun dan harus di masjid. Padahal, kata dia, umat Islam bisa melaksanakan salat Jumat di tempat yang berbeda-beda.

“Seakan salat Jumatan suatu keharusan dalam kondisi apapun dan harus di masjid dengan pilihan mendaftarkan nomor HP ganjil atau genap sesuai dengan tanggal pada hari Jumat itu. Padahal Jumatan itu bisa dilakukan dengan satu gelombang saja di masjid atau tempat lainnya, bisa beberapa Jumatan di tempat yang berbeda-beda (ta'addud al-jum'ah) bahkan bisa saja salat Zuhur kalau tak memungkinkan Jumatan pada 1 tempat,” ujar dia.

Cholil menjelaskan, pada dasarnya salat Jumat itu wajib bagi semua muslim. Selain itu, salat Jumat pada prinsipnya hanya dilakukan sekali di satu tempat.

“Sebab, Jumatan itu sarana kumpul-kumpul umat muslim mingguan sebagai haji orang fakir dan Lebarannya orang miskin. Namun, karena Islam berkembang pesat dan jumlah penduduk banyak, maka boleh mengadakan banyak Jumatan. Meskipun Mazhab Syafi'i tetap mensyaratkan di masjid, jemaahnya minimal 40 orang dari penduduk setempat (mustauthinin),” ujar dia.

“Lalu saat musim pandemi COVID-19 ini banyak tuntutan perubahan model ibadah karena menghindari penularan penyakit: tidak Jumatan diganti dengan salat Zuhur, lalu Jumatan dengan tetap menjaga jarak shafnya (physical distancing), bahkan salat dua gelombang atau salat Zuhur,” sambung Cholil.

Karena itu, menurut Cholil, salat Jumat di tempat rawan penularan Corona dapat dilakukan di beberapa tempat untuk menampung banyaknya jemaah. Itu bisa dilakukan secara bergelombang atau bisa menggantinya dengan salat Zuhur.

“Soal teknis pengaturan baiknya disesuaikan dengan kondisi masjid masing-masing, apakah dengan menolak penduduk luar daerah, masjid dibuka sampai full lalu ditutup, mendaftar sebelumnya, atau bahkan dengan ganjil genap. Jika sulit juga untuk Jumatan, maka ganti salat Jumat dengan salat Zuhur,” tuturnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here