Saturday, 20 April 2024
HomeNasionalKematian Hendri Alfred Dinilai Janggal, Diciduk Polisi Tanpa Surat Penangkapan

Kematian Hendri Alfred Dinilai Janggal, Diciduk Polisi Tanpa Surat Penangkapan

BOGORDAILY – Komunitas Pengguna Napza mendesak agar Polri mengusut tuntas kejanggalan kematian Hendri Alfred Bakari di Polresta Barelang Batam pada 8 Agustus 2020 lalu.

Diketahui Hendri tewas diduga dianiaya oleh oknum kepolisian yang menahannya. Hal itu dibeberkan langsung oleh Koordinator Program Yayasan Embun Pelangi Holan Tobing, yang juga anggota komunitas, mengatakan kasus kematian Hendri adalah insiden yang memalukan bagi penegakan hukum Indonesia.

Dia mencurigai kematian Hendri menunjukkan indikasi perilaku penyiksaan yang sudah membudaya di institusi kepolisian.

“Kami mendesak Polri untuk menyelidiki kasus ini secara menyeluruh dan memberi hukuman pada anggota yang terbukti melanggar prosedur dan melakukan penyiksaan,” kata Holan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/8).

Menurut versi Holan, insiden kematian Hendri tersebut bermula saat korban dibawa ke Polresta Barelang Batam pada 6 Agustus 2020. Saat itu, Hendri dituduh kepolisian terkait kasus tindak pidana narkotika.

Sehari berselang, petugas menggeledah rumah Hendri, namun saat itu tidak ditemukan barang bukti apapun. Lalu, pada 8 Agustus, petugas menjemput istri dan paman Hendri agar mereka menemui Hendri.

“Saat bertemu dengan Kanit Reskrim, disampaikanlah bahwa Hendri sudah meninggal dunia,” jelas Holan.

Holan mengatakan, ada sejumlah kejanggalan dalam kasus yang menimpa Hendri. Pertama, Hendri ditangkap tanpa surat penangkapan. Kemudian, surat kematian menunjukkan bahwa Hendri meninggal pada 07.13 WIB, namun keluarga baru diberitahu siang hari dengan dalih untuk menemui Hendri terlebih dahulu.

“Ketiga, kepala Hendri ketat dibungkus plastik dengan selotip coklat yang tebal. Keempat, terdapat bekas memar di tubuh Hendri,” tuturnya.

Holan menyebut, Kasat Narkoba Polresta Barelang Kompol Abdur Rahman menyatakan bahwa Hendri mengalami sesak nafas. Menurut Holan, pernyataan ini patut diperiksa kebenarannya.

“Apa hubungannya dengan kepala Hendri dibungkus plastik seperti itu? Pihak keluarga kebingungan. Karena pihak rumah sakit mengatakan bahwa bungkusan plastik itu dibuat pihak kepolisian sedang pihak kepolisian mengatakan sebaliknya – bahwa bungkusan plastik itu dilakukan pihak rumah sakit,” lanjutnya.

Menurut Holan, Hendri selayaknya mendapatkan proses hukum yang prosedural. Hal ini tertulis pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Pasal 1 ayat 3 yang menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Kepolisian juga sudah sepatutnya menyampaikan surat penangkapan pada Hendri sebagaimana amanat Pasal 18 KUHAP dan Pasal 17 ayat 1 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Holan menjelaskan, apa yang menimpa Hendri ini bukan yang pertama terjadi bagi kasus pengguna napza di seluruh Indonesia. Menurut Holan, Upaya pembuktian dalam proses hukum narkotika kerap berat pada aspek pengakuan tersangka, yang tidak jarang diupayakan lewat praktik penyiksaan.

“Praktik penegakan hukum yang sarat dengan penyiksaan ini sesungguhnya telah lama disaksikan komunitas pengguna napza di seluruh Indonesia. Peristiwa yang menimpa Hendri ini seakan menjadi bukti sahih atas pengalaman kolektif ini,” sambungnya.

Holan juga menyoroti pernyataan Kabid Humas Polda Kepulauan Riau Kombes Harry Goldenhart Santoso yang menyatakan bahwa Hendri merupakan pengedar dan kurir sabu.

“Harry mengatakan, dia adalah pengedar, kurir narkoba. Narkoba kan musuh kita semua.’ Pernyataan tersebut menunjukkan aspek lain yang tidak kalah penting dalam kasus ini yakni demonisasi narkotika,” tuturnya.

Demonisasi ini seakan mengizinkan pembuat Undang-undang untuk membentuk regulasi tanpa basis bukti dan hak asasi manusia serta permisif pada praktik penegakan hukum yang tidak sesuai prosedur dan mengandalkan penyiksaan.

Pihaknya juga mendesak agar Komnas HAM, Kompolnas, dan Ombudsman untuk melakukan investigasi mandiri pada kasus ini untuk menekan Polri, memperoleh lebih banyak data, serta memberikan rekomendasi kebijakan pada Polri agar hal serupa tidak terjadi lagi, dan

Kemudian, pemerintah dan parlemen juga diminta untuk mendekriminalisasi pemakaian, penguasaan, dan pemilikan narkotika dalam jumlah kecil agar mereduksi masifnya pendekatan hukum pidana terhadap permasalahan narkotika.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here