BOGOR DAILY – Siapa yang tak kenal Rizal Ramli? Tokoh nasional, ekonom senior sekaligus aktifis yang kritis pada pemerintah.
Mantan Menteri Kemaritiman ini menegaskan bahwa dirinya kini lebih senang disebut kaum pergerakan ketimbang hanya dilabeli ‘aktivis’ biasa. Diketahui, Rizal bukan lah ‘anak kemarin sore’ di dunia politik pergerakan nasional.
Sejak menjadi mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB) di tahun 1975, ia sudah meleburkan diri menjadi mortir perjuangan rakyat lewat tulisan dan praksis politiknya untuk melawan despotisme Orde Baru. Tidak heran, pada 1978 ia pun akhirnya harus mendekam di penjara selama 1,4 tahun.
Lepas dari penjara tak membuatnya menghilang, karena memiliki otak yang brilian akhirnya ia melanjutkan studi ekonomi di Boston University. Sepulang dari Amerika Serikat, Rizal kemudian mendirikan Econit, sebulah lembaga think-tank atau lembaga wadah pemikir yang rajin mengkritik kebijakan rezim Soeharto.
Kritiknya bukan hanya berkoar-koar tanpa landasan ilmiah, pemikirannya ia tuangkan di berbagai macam jurnal bergengsi seperti Jurnal Prisma. Meringkas riwayat hidup dan sepak terjangnya dalam politik selama Orde Baru hingga masa post-reformasi. Rizal tetap hadir di palagan politik nasional baik sebagai eksekutif maupun sebagai kritikus rezim.
Kurang lebih satu bulan ini, namanya muncul kembali usai membeberkan ‘borok’ mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait klik bisnisnya.
Di chanel youtube Karni Ilyas, Rizal membuka bahwa ia sengaja dijegal oleh JK karena merasa lahan bisnisnya terganggu oleh kehadiran Rizal di Kabinet.
Mencermati jejak langkah berani Rizal, mantan anggota DPR Akbar Faizal pun mempertanyakan daya tahan dan langkah-langkah kontroversial Rizal di dunia politik.
“Bangsa kita ini pada dasarnya doyannya biar enggak bener tapi yang penting damai, biar ngaco tapi damai. Bangsa besar itu harus punya visi besar, tapi seringnya terbentur visi kecil, visi individu visi kelompok,” kata Rizal Ramli. (*)