Tuesday, 23 April 2024
HomeBeritaSinovac Lebih Baik atau Buruk Dari Pfizer-Biontech

Sinovac Lebih Baik atau Buruk Dari Pfizer-Biontech

Saya menulis tentang ini karena banyak ditanya oleh teman-teman yang tinggal di Indonesia tentang Sinovac – buatan China.

Banyak yang ragu, karena beredar kabar bahwa vaksin buatan Pfizer – BioNTech yang dipergunakan di USA lebih baik.

Jujur saja, saya tak pernah mendalami Sinovac secara pribadi. Yang saya dalami adalah vaksin buatan Pfizer – BioNTech karena saya hidup dan bekerja sebagai tenaga kesehatan di USA. Tepatnya di Covid-19 Proactive Community Testing, UHS – University of Texas at Austin.

Saya sendiri sudah divaksin Covid-19, dua hari sebelum saya menulis ini.

Tapi alhamduliLlah saya punya akses untuk bertanya kepada orang-orang yang kompeten tentang berbagai macam vaksin.

Berikut pandangan mereka yang saya rangkum :

1. China adalah negara pertama yang mengenali penyakit Covid-19, dengan kepiawaian mereka penyakit itu lenyap dari tanah China dalam hitungan bulan. Ini menunjukan China serius untuk memberantas Covid-19. Western countries malah masih kelabakan sampai sekarang.

2. Sinovac adalah vaksin yang *pertama* di-developed di dunia dibanding vaksin lain. Mereka sudah melalui 3 phase trials sebagaimana memang sebuah vaksin / obat baru selayaknya diuji.

3. Dari 3 phase trials yang dilakukan oleh Sinovac *tak ada* yang mendapat tantangan / challenge dari organisasi cendekia sedunia yang berhubungan dengan vaksin baru. Biopharmaceutical adalah dunia yang para ahlinya keras dan kaku. Kalau ada vaksin atau obat yang dianggap tak layak beredar pasti mereka semua akan ribut.

4. Pada phase trials ke tiga di Brazil ada volunteer yang meninggal. Walaupun akhirnya diketahui bahwa kematian tersebut tak ada hubungannya dengan vaksin Sinovac, melainkan akibat kondisi kesehatan pasien sendiri. Produsen Sinovac tidak gegabah dengan langsung melempar ke pasaran, tapi malah makin berhati-hati men-develope vaksin barunya. Makanya Sinovac sempat tertinggal walaupun mulanya adalah produsen yang *pertama*. Menurut rekan-rekan saya hal ini seharusnya menjadi poin positif bagi Sinovac.

5. Vaksin Sinovac merupakan inactivated vaccine atau vaksin dengan kandungan virus yang telah dimatikan. *Model inactivated vaccine telah dikenal sejak berabad-abad lalu*. Sementara vaksin buatan Pfizer – BioNTech adalah mRNA vaccine. Sesuatu yang baru *pertama kali* dipakai dalam pembuatan vaksin. *Efektivitas mRNA vaccine masih harus ditelaah lebih lanjut*.

6. Karena memakai metoda inactivated vaccine yang sudah dikenal maka biaya pembuatannya relatif rendah dan *cocok* dipergunakan untuk negara-negara ketiga atau yang populasinya tinggi.

7. Penyimpanan inactivated vaccine cenderung lebih *mudah* karena tak perlu kulkas khusus. Cukup masuk kulkas biasa dengan temperatur 2 – 8 derajat Celsius. Sementara mRNA vaccine harus disimpan di temperatur minus -20 sampai -70. Butuh kulkas khusus untuk itu. Ini juga merendahkan biaya dan kesulitan penyimpanan di negara tropis.

KESIMPULANNYA:
Menurut rekan-rekan kerja saya yang dari bagian peneliti vaksin tsb: *Jangan takut dengan Sinovac ataupun Pfizer – BioNTech*.

*Kedua-duanya adalah vaksin baru*. Produsen dan developer tidak akan gegabah melempar produknya ke pasaran karena ada sanksi internasional perusahaannya ditutup atau diblokir dari dunia biopharmaceutical yang sangat kecil ruang lingkupnya.

Begitu menurut rekan-rekan dari bagian penelitian vaksin yang saya ajak ngobrol kemarin.

Jadi begitu ada kesempatan divaksin, jangan ragu, langsung vaksin aja.

Dita Nasroel Chas.
Tinggal di Texas, USA.
Besar di Jakarta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here